Lhokseumawe
| acehtraffic.com – Selain 542 kepala keluarga masyarakat yang digusur
saat didirikan PT Arun tahun 1974 hingga kini belum mendapat pemukiman baru,
disamping itu PT Arun kembali memberikan sedikit percikan CSR melalui udara
[H2S] untuk dihirup bersama oleh warga sekitar sebagai hadiah ulang tahun
perusahaan itu, kenyataan pencemaran lingkungan selalu dapat terbantahkan
walaupun ada warga yang menjadi korban, maklum mereka banyak uang.
Setelah
lembaga swadaya masyarakat peduli lingkungan yang tergabung dalam Forum
Komunikasi Masyarat Sipil [FKMS] Lhokseumawe dan Aceh Utara pernah mendesak
DPRA 27 April 2010 agar segera membentuk pansus untuk menyelidiki dugaan
pencemaran yang dilakukan PT Arun pada 22-23 April 2009 hasilnya LSM harus
gigit jari, pasalnya desakan FKMS selama ini untuk penyelesaian salah alamat,
dan warga melalui perangkat desakan diberi uang meugang beberapa ratus ribu
selesai, tak ada gugat menggugat lagi.
Juru Bicara
FKMS, Safwani, dalam konfrensi pers, Selasa 27 April 2012 menjelaskan,
pascaterjadi kebocoran H2S sekitar setahun lalu, PT Arun terkesan mengabaikan
tanggung jawab terhadap para korban dan masyarakat lingkungan. Buktinya, warga
dan FKMS telah berulang kali memanggil pihak PT Arun untuk membahas masalah
itu. Namun, mereka tak pernah datang.
Karena itu,
sudah sepantasnya tuntutan masyarakat kawasan PT Arun ditampung DPRA dengan
membentuk pansus. Selain itu, FKMS juga mendesak DPRA untuk mendorong
pemerintah pusat agar melakukan audit lingkungan hidup terhadap PT Arun,
mengingat tingginya resiko yang akan dialami oleh masyarakat sekitar atas
keberadaan perusahaan tersebut.
Setiap kali
kejadian yang menimpa masyarakat, Wakil Presiden Direktur PT Arun, Fuad Bukhari
menyatakan pihaknya hanya akan bertanggung jawab bila kasus tersebut bersumber
dari pabrik Arun. Penduduk Blang Panyang yang menjadi korban gas beracun dari
kilang PT Arun meminta pemerintah pusat segera menutup operasional proyek vital
tersebut. Kata mereka, PT Arun tidak ada manfaatnya, malah membawa malapetaka
bagi penduduk selingkungannya. Mereka meminta agar PT Arun ditutup.
PT. Arun
tidak pernah memberikan penyuluhan kesehatan kepada masyarakat di
gampong-gampong selingkungan perusahaan join venture tersebut. PT Arun juga
tidak pernah menyosialisasi terkait dampak negatif keberadaan perusahaan itu
terhadap lingkungan. Yang paling menyakitkan, saat terjadi keracunan itu, pihak
PT Arun tidak menangani secara layak para korban.
Kantong-kantong
kemiskinan itu tampak jelas di luar pagar komplek perumahan mewah yang dihuni
karyawan Arun. Ini sangat tidak adil, warga lingkungan tidak hanya menjadi
penonton, tapi dibiarkan sengsara dengan bau busuk gas oleh Arun. PT Arun harus
peduli enduduk selingkungannya atau biar kami yang urus PT Arun dan pengurus
kini silakan angkat kaki saja dari perusahaan itu.
Dana
community devolepment (CD/CSR) yang dikucurkan PT Arun terhadap warga
lingkungan, disinyalir jauh lebih kecil dengan nilai biaya tamasya karyawan
perusahaan tersebut ke luar negeri. Ketidakadilan itu harus segera dihentikan,
pihak Arun jangan lagi membodohi publik dengan pernyataannya yang tidak
berdasar. Berikan perhatian maksimal kepada masyarakat, atau angkat kaki dari
Aceh. Namun sebaiknya ditutup saja PT Arun karena mengĂ‚¬ganggu penduduk. Di
luar negeri, pabrik Doly
pengolah-suling
gas dibangun di tengah laut, tapi PT Arun dibangun di lingkungan penduduk,
betapa bahayanya, Zulkifli alias Doly, Caleg terpilih dari Partai Aceh sebagai
anggota DPRA 2009-2014, yang juga mantan representatif GAM untuk Kantor AAM
Perwakilan Aceh Utara dan Lhokseumawe. Lelaki ini juga punya jejaring dengan
beberapa media luar negeri.
Masyarakat
harus mengorganisasikan kritiknya ke PT Arun agar mereka bisa mendapatkan
hak-haknya, terutama hak kesehatan dan kesejahteraan akibat eksplorasi dan
polusi yang telah mereka terima. Semua LSM seputar Lhokseumawe harus
mengorganisasikan tujuan masyarakat agar advokasi berhasil dan tuntutan
masyarakat diterima. Harus dipikirkan bahwa PT Arun-Exxon Mobil adalah korporasi
dunia, yang hanya peduli pada tuntutan yang tepat dan kuat, Teuku Kemal Fasya,
Antropolog Aceh.
Telah lama
penduduk selingkungan PT Arun mengeluh tentang bau busuk dari perusahaan gas
itu, namun sebelum peristiwa memalukan pada 22 April, PT Arun selalu berkilah
bahwa bau bocoran gas tidak berbahaya dan Pemko Lhokseumawe mendukungnya.
Inilah yang
membuat sebagian masyarakat agak benci pada Pemerintah Kota Lhokseumawe dan PT
Arun. Entah sampai kapan. Hanya niat baik dari pengurus PT Arun yang bisa
menyelesaikan drama yang telah lama ini, namun apakah niat baik itu masih ada
di hati pengurus PT Arun? Sekali lagi entahlah.
Peristiwa
itu terjadi pada Rabu 22 April. Ratusan penduduk Blang Panyang yang berupa
gampong selingkungan perusahaan penyedot gas tersebut hoyong, mual-mual,
muntah. Mereka mabuk setelah terhirup semacam H2S. Anehnya PT Arun yang elegan
dan eksklusif merasa belum kehilangan reputasinya sebagai perusahaan ramah
lingkungan karena penduduk sekitarnya keracunan setelah menghirup sulvur dari kilang
Arun.
Selain di
Blang Panyang, di puluhan gampong lain di lingkungan PT Arun pun sering
dihasiahi bau busuk itu, namun selalu ditangkis bahwa itu tidak berbahaya.
Begitulah kisah di gampong-kampong sana. Yang lebih paham soal ini, tentunya
penduduk di lingkungan PT Arun.
Saat itu
Humas PT Arun, Roby Sulaiman, saat ditemui di depan rumah sakit itu sekitar
pukul 17.20 WIB, mengatakan begitu mengetahui sejumlah warga Blang Panyang
mengalami muntah-muntah, pihaknya langsung mengirim petugas kesehatan dan
petugas bidang lingkungan ke gampong itu. Penduduk yang pening dan muntah itu
diangkut ke rumah sakit untuk diobservasi.
Ditanya
terkait kasus serupa yang sudah sering terjadi, saat itu Roby Sulaiman
menyatakan perlu pendalaman secara teknis untuk mengetahui penyebabnya. Terkait
early warning system bagi warga lingkungan khususnya Gampong Blang Panyang,
Roby mengatakan kurang mengetahui hal itu. Terkait antisipasi ke depan, kata
dia, pihaknya harus mengetahui dahulu penyebab kejadian tersebut.
Walikota
Lhokseumawe Munir Usman, saat itu mengatakan pihaknya membentuk tim khusus
untuk menyelidiki kasus tersebut. Tim khusus di bawah koordinator Bidang
Lingkungan Hidup dari Badan Lingkungan Hidup dan Kebersihan (BLHK) Kota
Lhokseumawe terus bekerja untuk mengetahui penyebab warga Blang Panyang
muntah-muntah.
Sementara,
Wakil Presiden Direktur PT Arun, Fuad Bukhari menyatakan pihaknya akan
bertanggung jawab bila kasus tersebut bersumber dari pabrik Arun. Itu terjadi
kemarin-kemarin.
Penduduk
Blang Panyang yang menjadi korban gas beracun dari kilang PT Arun meminta
pemerintah pusat segera menutup operasional proyek vital tersebut. Kata mereka,
PT Arun tidak ada manfaatnya, malah membawa malapetaka bagi penduduk
selingkungannya. Mereka meminta agar PT Arun ditutup.
PT. Arun
tidak pernah memberikan penyuluhan kesehatan kepada masyarakat di
gampong-gampong selingkungan perusahaan join venture tersebut. PT Arun juga
tidak pernah menyosialisasi terkait dampak negatif keberadaan perusahaan itu
terhadap lingkungan. Yang paling menyakitkan, saat terjadi keracunan itu, pihak
PT Arun tidak menangani secara layak para korban.
Menurut
masyarakat di sana, tiga ratusan warga Blang Panyang yang mual-mual dan muntah
mendadak hanya dirawat seadanya oleh paramedis RS milik PT Arun. Mereka para
korban cuma diberikan obat antasit, parasetamol dan asaminamat. Hanya beberapa
orang yang diopname dan dirawat di ruangan, itu pun setelah terjadi adu
mulut.
Koordinator
LBH Banda Aceh Pos Lhokseumawe, Zulfikar SH mengatakan, pihaknya bersama
kalangan NGO lokal di Lhokseumawe yang peduli terhadap kemanusiaan mengadvokasi
kasus keracunan tersebut. Saat itu Pemda memang harus tidak pro-aktif menyidik,
hanya menerima mentah-mentah pernyataan pihak PT Arun yang membela diri.
Begitulah yang terjadi sejak beberapa tahun lalu.
Zulnazri,
ahli kimia dari Unimal Lhokseumawe, saat itu menduga bahwa ada kebocoran gas
beracun di kilang Arun sehingga mengakibatkan warga lingkungan keracunan.
Sinyalirnya, kalau bau yang dirasakan warga Blang Panyang seperti bau kentut,
maka itu kemungkinan besar mereka terhirup H2S. Jadi, gas beracun yang mengikat
dengan hemoglobin sehingga sirkulasi darah tidak lancar. Selama ini diduga
pihak Arun tidak mengontrol udara amibient di sekitar kilangnya secara kontinyu.
Kontrol tersebut seharusnya harus dilakukan setiap saat sehingga tidak
menimbulkan dampak buruk bagi lingkungan.
Polres
Lhokseumawe saat itu diback-up tim Polda Aceh terus menyelidi kasus keracunan
warga Blang Panyang yang diduga akibat gas beracun dari kilang PT Arun.
Sedangkan Forum Masyarakat Sipil meminta perusahaan penyedot gas alam cair itu
bertanggung jawab atas keracunan tersebut. Sementara para korban keracunan
meminta kilang pengolahan gas PT Arun ditutup. Polisi memang telah tangani
kasus itu dan semoga sampai tuntas. Pihak PT Arun harus diproses sesuai hukum
yang berlaku untuk mempertanggungjawabkan kesalahannya.
Bukan Kasus Pertama
Safwani,
juru bicara Forum Masyarakat Sipil Lhokseumawe saat itu mengatakan PT Arun
harus bertanggung jawab terhadap keracunan penduduk. Keracunan yang terjadi
akibat kelalaian pihak Arun, kelalaian yang telah menyebabkan kerusakan
lingkungan dan korban manusia. Kasus keracunan tersebut bukan yang pertama
terjadi.
Kejadian
yang sama akan terulang lagi, keberadaan kilang pengolahan gas Arun yang
berdekatan dengan pemukiman warga juga berpotensi menimbulkan bencana industri
karena kegagalan teknologi. Terkait hal itu, Forum Masyarakat Sipil yang
merupakan gabungan LSM Sahara, LPL-Ha, Bytra, Limid, LBH Pos Lhokseumawe,
Jingki, Sepakat, Tani Bahari, PB-HAM Aceh Utara, JKMA Pase, dan MaTA Aceh,
menyatakan PT Arun harus menyediakan jaminan kesehatan jangka panjang bagi
warga yang beresiko mengalami gangguan kesehatan; Arun harus membuat sistem
peringatan dini untuk mempersiapkan masyarakat atas berbagai resiko yang
terjadi.
PT Arun
harus menyediakan berbagai fasilitas bagi warga lingkungan seperti masker untuk
menghadapi berbagai kemungkinan yang dikhawatirkan akan terjadi lagi. Motto
'utamakan keselamatan' tidak hanya penting bagi karyawan dan pekerja, tapi
masyarakat sekitar juga harus diperhatikan keselamatannya; sesuai UU perseroan
terbatas, Arun berkewajiban melaksanakan tanggung jawab sosial dan lingkungan.
Dana
tanggung jawab sosial atau corporate social responsibility/CSR yang dikelola
Arun harus seluruhnya digunakan untuk kepentingan masyarakat yang mengalami
dampak negatif keberadaan perusahaan itu dan dikelola secara transparan. Dana
tersebut tidak boleh lagi dialokasikan untuk kepentingan pejabat daerah atau
pihak-pihak lain, juga tidak boleh untuk membiayai penelitian keracunan
tersebut. PT Arun wajib mengkaji kembali Amdal," kata Safwani.
Alat Pembakaran Gas H2S Arun Tak Berfungsi
Hasil
penelitian Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Daerah (Bapedalda) Aceh
menyebutkan lepasnya gas berbahaya H2S di PT Arun, Lhokseumawe, ke udara karena
tidak berfungsinya alat pembakaran gas H2S selama delapan menit.
"Hasil
temuan sementara ditemukan gas H2S terdapat dalam gas alam sebanyak 1,3 persen.
Jika H2S itu bereaksi dengan udara, maka akan terbentuk S02 (Sulfur Dioksida)
yang sangat berbahaya bagi manusia," kata Kepala Bapedalda Aceh Husaini
Syamaun, Rabu 29 April 2009. Menurutnya saat proses pembakaran yang terjadi
tanggal 22 April 2009 lalu, pada pukul 08.20 WIB, api Incinerator di unit 29
mati, sehingga proses pembakaran tidak dapat berlangsung.
Sebelum
dibakar di api Incinerator unit 29, H2S dapat diubah menjadi pendataan
direaksikan dengan Malton Sulfur, namun tidak semua H2S mampu diubah menjadi
Sulfur padatan, sehingga masih ada H2S yang tersisa dan perlu dibakar dalam
unit 29. "Nah pembakaran di api Incinerator unit 29 ini tidak dapat
berlangsung, akibat mati," kata Husaini.
Sesuai
dengan prosedur, kata Husaini, maka gas H2S dialirkan ke menara pembakaran
Plestrek (menara yang mengeluarkan api yang dapat dilihat), tetapi ketika gas
H2S dimasukkan dalam plestrek hanya sebagian gas H2S yang dapat terbakar,
sebagian lagi lepas ke udara.
Gas H2S yang
lepas ke udara inilah yang menyebabkan bau dan sangat berbahaya bagi manusia
yang tercium bau itu. Sebab sesuai dengan peraturan pemerintah, Sulfur Dioksida
yang aman dikandung dalam udara bebas hanya sebesar 1000 ppm/m3.
Kata
Husaini, sesuai dengan dokumen Amdal PT Arun diperbolehkan untuk melarikan gas
H2S ke Plestrek maksimal tiga jam, bila lebih akan berbahaya. Tetapi kejadian
pada saat itu hanya berlangsung selama delapan menit.
Selama
delapan menit itu, apakah PT Arun melepaskan gas H2S terlalu banyak ke udara,
sangat sulit kita deteksi karena peristiwanya telah berlalu. Gas berbahaya bagi
kesehatan manusia itu yang terlepas ke udara kemungkinan terlalu banyak bisa
saja.
Managemen
PT. Arun segera bermusyawarah dengan masyarakat lingkungan untuk membahas
solusi antisipasi ancaman pencemaran udara dan darat yang berpotensi terus
bermunculan akibat operasional pengolahan gas alam cair.
Kata
Zulkifli alias Doly, politisi Partai Aceh, Sabtu 2 Mai 2009, sebelum korban di
pihak masyarakat lingkungan terus berjatuhan akibat pencemaran lingkungan, PT.
Arun harus segera memanggil aparat gampong, Tuha Peut, dan elemen lainnya,
untuk membahas solusi antisipasi ke depan. PT Arun harus lebih punya nurani dan
rasa kemanusiaan terkait kondisi tersebut.
Doly yang
menetap di Gampong Paloh Dayah Kecamatan Muara Satu, salah satu gampong
lingkungan kilang Arun yang sering dibikin pusing dan mual dengan H2S PT Arun,
menyebutkan paskainsiden keracunan warga Blang Panyang hingga kini masyarakat
setempat masih dibalut trauma yang amat mendalam.
"Kehidupan
warga Blang Panyang dan Gampong lingkungan lainnya sudah tidak menentu, mereka
merasakan was-was dengan ancaman pencemaran udara. Pihak Arun harus bertanggung
jawab terkait hal ini," kata Doly yang dipastikan berhasil meraih kursi
DPRA dari Partai Aceh.
Apabila
manajemen Arun tidak merespon keluhan warga lingkungan, lanjut Doly, perusahaan
tersebut diminta segera angkat kaki dari lokasi itu. Karena, kata dia,
masyarakat lingkungan sudah amat menderita dengan keberadaan Arun.
"Kuala
Mamplam Gampong Ujong Blang dangkal, tanaman palawija warga Paloh dayah dan
Paloh Punti terkena penyakit aneh, warga Blang Panyang keracunan, itu semua
dampak dari gas beracun Arun. Dan, ancaman gas beracun merkuri, yang menurut
para ahli juga berada di sekitar kilang Arun. Padahal, sebelum kehadiran
perusahaan itu, tidak ada dampak buruk yang demikian terhadap warga," kata
Doly.
Kata Doly,
Salah satu agenda yang akan diprioritaskan anggota DPRA dari Partai Aceh
nantinya membahas persoalan yang terjadi di lingkungan PT. Arun. Karena selama
ini perhatian perusahaan tersebut kepada lingkungan amat minim. Entah di mana
rasa persaudaraan dan nurani kemanusiaan pengurus PT Arun.
Terus jaga lingkungan
Secara
terpisah Presiden Direktur PT Arun, Fauzi Husen mengatakan pihaknya terus
berupaya meningkatkan ketaatan perusahaan dalam menyelamatakn lingkungan.
“Sejak tahun 1978 mulai beroperasi di Aceh, Alhamdulillah perusahaan yang
bermarkas di Blang Lancang Lhokseumawe, berhasil melakukan penyelamatan
lingkungan,” katanya pada penyerahan Sertifikat ISO-14001 di Gedung Multi Guna
PT Arun Batuphat, kemarin.
Atas
keberhasilan itu, tambahnya, perusahaan itu telah menerima 15 pedang
penghormatan standar Internasional dan yang paling terakhir adalah menerima
ISO-14001. “Pengharagaan ini didapat setelah bertahun-tahun berhasil
mempertahankan penyelamatan lingkungan. Semua itu atas kerjakeras, kejelian,
ketulusan kerja, berkat bantuan masyarakat lingkungan juga dan kedisiplinan
dalam melaksanakan tugas,” ujar Fauzi. Ia berharap staf dan karyawan PT Arun
mempertahankan penghargaan tersebut.
Penghargan
ISO-14001 tersebut diserahkan oleh Country Manager PT Lyoid’s Register Quality
Assurance, Irfan Fahmi, yang disaksikan ratusan staf PT Arun dan pejabat Bidang
lingkungan baik dari Aceh maupun dari Jakarta.
Wahana
Lingkungan Hidup (Walhi) Aceh menganggap PT Arun tidak pantas mendapatkan
penghargaan ISO 14001 sebagai perusahaan dengan manajemen lingkungan terbaik.
PT Arun masih melakukan pencemaran yang merusak lingkungan sekitar dan
membahayakan kesehatan masyarakat. Walhi Aceh juga sepakat dengan tuntutan
Forum Komunikasi Masyarakat Sipil (FKMS) yang mendesak DPR Aceh membentuk
Pansus untuk untuk menyelidiki dugaan pencemaran lingkungan.
Jangankan
ganti rugi, diminta datang menghadiri pertemuan dengan masyarakat saja, mereka
tidak datang, ujar Direktur Eksekutif Walhi Aceh, T.M. Zulfikar. Bahkan sampai
hari ini PT Arun tidak bersedia memenuhi tuntutan ganti rugi masyarakat sekitar
Arun.
Pemerintah
Indonesia dan Aceh juga diminta untuk serius menyikapi persoalan PT Arun ini
karena sudah terjadi bukan hanya sekali tetapi berulang kali.
PT Arun
seperti diketahui, hari Senin 26 April 2010 menerima penghargaan ISO-14001 yang
dikeluarkan oleh International for Standar Organization. Penghargaan ini
berarti PT Arun dianggap telah mencegah pencemaran lingkungan yang diakibatkan
oleh aktivitas perusahaan.
Mana
buktinya Arun telah mencegah pencemaran lingkungan, kebocoran gas H2S tahun
lalu malah merupakan bukti bahwa mereka tidak dapat mencegah pencemaran
lingkungan, kecam T.M Zulfikar.
Kebocoran
gas H2S terjadi pada Rabu dini hari tanggal 22 April tahun 2009 lalu. Dalam
kejadian ini ratusan masyarakat dari desa sekitar pabrik yaitu Desa Blang
Panyang, Mukim Paloh Timu, Kota Lhokseumawe keracunan gas yang bisa menyebabkan
kematian tersebut. Ratusan warga yang terkulai lemas dan muntah-muntah.
Namun
celakanya, tuntutan ganti rugi dari masyarakat kepada Arun tidak pernah
dihiraukan. Perusahaan penghasil gas alam terbesar tersebut hanya memberikan
obat pereda sakit seperti Antasida Doen Suspensi, Spasmal Metamizole sodium
serta Papaverine hydrochloride, yang menurut masyarakat sama sekali tidak
manjur.
Walhi
menganggap PT Arun sebagai perusahaan raksasa wajib memberikan tuntutan
masyarakat, bukan sekedar pengobatan sederhana. Jangan merasa telah mengobati
kemudian kewajiban terhadap masyarakat selesai, kata T.M Zulfikar.
Persoalan
lingkungan bukanlah sekedar merawat pabrik dan menjalankan berbagai prosedur
baku. Lebih dari itu, lingkungan adalah alam dan manusia yang berada di sekitar
pabrik (lingkungan sosial), bukan hanya lingkungan fisik dan biologis semata.
Jika pabrik tidak dapat mengelola lingkungan dengan baik maka perusahaan
tersebut sama sekali tidak layak mendapat ISO apapun.
Sepertinya
pemberian ISO cuma untuk menciptakan opini publik baru bahwa PT Arun peduli
lingkungan. Padahal tuntutan masyarakat sama sekali belum mereka penuhi, kata
T.M. Zulfikar.
Teknik
mengalihkan isu atau menciptakan opini baru memang sering digunakan oleh
perusahaan multinasional perusak lingkungan. Dengan dana besar yang mereka
miliki mereka bisa menjalankan public relation yang baik.
Pencemaran
yang dilakukan PT Arun sudah berjalan rutin, masyarakat sepanjang tahun mencium
bau busuk dari H2S. Jadi berhentilah berbohong dan penuhi tuntutan masyarakat,
tukas TM. Zulfikar.
Di kawasan
pabrik PT Arun ada tiga arah angin dalam setiap harinya. Pada pagi hari, angin
bertiup ke arah Desa Blang Mangat, siang hingga sore angin bertiup ke arah Desa
Banda Masen, baru pada malam hari angin bertiup ke arah laut.
Karena itu,
jika ada pencemaran udara yang diduga berasal dari PT Arun, maka warga yang
kena imbasnya, antara lain, Blang Mangat, Ujong Blang, Ulee Jalan, Banda Masen,
Hagu Barat Laut, dan Hagu Teungoh. Dokumen Amdal yang dimiliki PT Arun harus
ditinjau kembali, agar mereka bisa merancang usaha pengelolaan lingkungan yang
lebih baik. “pue serifikat ISO dan puluhan nobel pedang, Untuk membunuh warga?
Suruh kembalikan aja sertifikat itu, hana male” desak pegiat LSM dalam diskusi
di JKMA, Selasa 24 April 2012, sore.
Sumber:
Analisis
Kasus
PT Arun merupakan salah satu perusahaan
penghasil gas alam terbesar di Indonesia. Perusahaan tersebut bertempat di
daerah Lhokseuawe, Aceh Utara. PT Arun di klaim mencemari lingkungan dengan
adanya kebocoran H2S dari kilang gas nya. H2S yang terlepas ke udara bebas dan
bereaksi dengan O2 akan menghasilkan Sulfur dioksida, yang merupakan senyawa
beracun yang jika terhirup manusia akan mengikat hemoglobin dan menyumbat
peredaran darah. Hal tersebut menyebabkan warga sekitar mengalami keracunan
akibat menghirup gas tersebut dan mengalami mual-mual, muntah, dan pingsan. PT
Arun tidak pernah memberikan sedikitpun penyuluhan kesehatan kepada masyarakat
sekitar juga tidak mensosialisasikan dampak negatif yang akan ditimbulkan dari
keberadaan perusahaan tersebut serta diperparah dengan tidak ditanganinya
dengan layak warga yang mengalami keracunan akibat gas yang dikeluarkan
perusahaan tersebut.
Dana Community Development yang
diberikan oleh PT Arun kepada warga sekitar diduga lebih kecil dibandingkan
dengan biaya liburan karyawan perusahaan tersebut ke luar negeri. Seharusnya
perusahaan tersebut lebih mengutamakan hak warga sekitar mengenai kesehatan dan
kesejahteraan hidupnya.
Pengawasan dari Pemerintah Kota
Lhokseumawe juga terbilang sangat lemah. Hal tersebut terlihat dari pernyataan
pemko Lhokseumawe yang menyebutkan bahwa bau gas yang bocor tersebut tidak
berbahaya. Sepertinya ada perainan antara PT Arun dan Pemko sekitar. Terlihat
PT Arun tidak kehilangan reputasinya sebagai perusahaan yang elegan dan
eksklusif serta ramah lingkungan padahal dibelakang itu banyak warga yag
keracunan akibat kebocoran gas H2S dari perusahaan tersebut.
Pemda seharusnya lebih pro aktif
menyelidiki kasus yang ada pada PT Arun tersebut. Jangan hanya menelan
mentah-entah pernyataan yang dikeluarkan oleh perusahaan tersebut. Pemda harus
bersikap adil dan menerima masukan secara 2 arah sehingga lebih efektif dalam
menelaah kasus yang ada. Penegakan hukum
seharusnya lebih ditingkatkan sehingga dapat dituntaskan hingga ke akarnya dan
PT Arun harus mempertanggungjawabkan kesalahan yang diperbuatnya.
Kasus keracunan warga akibat bocornya
gas H2S dari PT Arun bukan kali pertamanya. Kebocoran yang terjadi pada kilang
gas tersebut merupakan kelalaian pihak perusahaan tersebut yang mengakibatkan
kerusakan lingkungan dan korban manusia. Seharusnya perusahaan menyediakan
jaminan kesehatan untuk jangka panjang kepada warga sekitar yang beresiko
mengalami gangguan kesehatan dan membuat sistem peringatan dini untuk
mempersiapkan masyarakat akan berbagai resiko yang akan terjadi. PT Arun juga
seharusnya menyediakan berbagai fasilitas bagi warga seperti masker untuk
menghindari kekhawatiran yang mungkin muncul. Keselamatan tidak hanya untuk
karyawan dan pekerja juga untuk masyarakat sekitar sesuai dengan UU Perseroan
terbatas, perusahaan berkewajiban melaksanakan tanggung jawab sosial dan
lingkungan.
Dana tanggung jawab sosial atau corporate social
responsibility/CSR yang dikelola Arun harus seluruhnya digunakan untuk
kepentingan masyarakat yang mengalami dampak negatif keberadaan perusahaan itu
dan dikelola secara transparan. Dana tersebut tidak boleh lagi dialokasikan
untuk kepentingan pejabat daerah atau pihak-pihak lain, juga tidak boleh untuk
membiayai penelitian keracunan tersebut. PT Arun wajib mengkaji kembali.
Hasil penelitian Badan Pengendalian
Dampak Lingkungan Daerah (BAPEDALDA) Aceh menyebutkan bahwa terlepasnya gas
berbahaya H2S diakibatkan dari tidak berfungsinya alat pembakaran gas H2S.
Perusahaan tersebut seharusnya melakukan pengawasan akan alat-alat produksi dan
menjaga stabilitasnya serta memprediksi probabilitas akan kerusakan alat-alat
produksi yang berakibat fatal tersebut. Sebaiknya dibuat tim khusus yang
menangani permasalahan tersebut untuk meminialisir kejadian serupa.
Kadar sulfur yang terkandung diudara
sekitar 1,3% itu diatas ambang batas normal yang diizinkan yaitu 1000 ppm/m3.
Seharusnya perusahaan membuat pencegahan sebelum korban terus berjatuhan akibat
pencemaran lingkungan tersebut. Perusahaan juga harusnya lebih merespon keluhan
dari warga lingkungan dan lebih bersahabat dengan warga maupun lingkungan. Agar
terjalin rasa persaudaraan antara masyarakat dan perusahaan sehingga tidak
saling merugikan satu sama dan bersama sama memperhatikan lingkungan sekitar.
Disamping kasus yang tengah mencuat
mengenai kebocoran gas H2S, PT Arun mendapatkan sertifikasi ISO 14001 terkait
keberhasilannya melakukan penyelamatan lingkungan. Penghargaan lain yang telah
didapatkan PT Arun adalah 15 penghormatan standar internasional. Wahana
Lingkungan Hidup (Walhi) Aceh menganggap PT Arun tidak pantas mendapatkan
penghargaan ISO 14001 sebagai perusahan dengan sistem manajemen lingkungan
terbaik. Mengingat PT Arun masih melakukan pencemaran yang merusak lingkungan
sekitar dan membahayakan kesehatan masyarakat. Walhi Aceh juga sepakat dengan
tuntutan Forum Komunikasi Masyarakat Sipil (FKMS) yang mendesak DPR Aceh
membentuk Pansus untuk untuk menyelidiki dugaan pencemaran lingkungan.
Menanggapi hal tersebut terlihat kurangnya pengawasan
dari Badan Sertifikasi Nasional yang mengeluarkan Sertifikasi ISO 14001. PT
Arun terlihat jelas melakukan pencemaran lingkungan bahkan membahayakan nyawa
masyarakat sekitar, namun perusahaan yang seperti itu bisa
mendapatkan sertifikasi ISO 14001 yang berarti seharusnya memiliki sistem
manajemen terbaik.
Hukum harus ditegaskan pada PT Arun
mengingat pencemaran yang dilakukan terhadap lingkungan akibat kebocoran gas
H2S ke udara dan menyebabkan warga sekitar keracunan bahkan berpotensi besar
mengalami kematian. Hukum pidana, perdata dan administratif dikenai oleh
perusahaan tersebut. Ganti rugi perusahaan tersebut terhadap warga sebaiknya
diusut oleh pihak-pihak terkait dan bertanggung jawab, mengingat banyak jiwa
dan aspek yang dirugikan.
Persoalan lingkungan bukanlah sekedar merawat pabrik
dan menjalankan berbagai prosedur baku. Lebih dari itu, lingkungan adalah alam
dan manusia yang berada di sekitar pabrik (lingkungan sosial), bukan hanya
lingkungan fisik dan biologis semata. Jika pabrik tidak dapat mengelola
lingkungan dengan baik maka perusahaan tersebut sama sekali tidak layak
mendapat ISO apapun. Sepertinya pemberian ISO cuma untuk
menciptakan opini publik baru bahwa PT Arun peduli lingkungan. Padahal tuntutan
masyarakat sama sekali belum mereka penuhi. Teknik mengalihkan isu atau
menciptakan opini baru memang sering digunakan oleh perusahaan multinasional
perusak lingkungan. Dengan dana besar yang mereka miliki mereka bisa
menjalankan public relation yang baik.
Pencemaran yang dilakukan PT Arun sudah berjalan
rutin, masyarakat sepanjang tahun mencium bau busuk dari H2S. Terdapat 2 Desa
yang secara langsung terkena dampak dengan mencium bau busuk gas H2S dari PT
Arun tersebut. Dokumen Amdal yang
dimiliki PT Arun harus ditinjau kembali, agar mereka bisa merancang usaha
pengelolaan lingkungan yang lebih baik.
Sertifikat ISO dan puluhan penghargaan lainnya bukan
untuk membunuh warga melainkan harus dipertanggungjawabkan. Jika memang tidak
bisa dipertanggungjawabkan sebaiknya dikembalikan saja.