Selasa, 28 Juni 2016

TUGAS ETIKA PROFESI (PENERAPAN STANDAR TEKNIK)

PEMBERLAKUAN SNI SECARA WAJIB DI SEKTOR INDUSTRI : EFEKTIFITAS DAN BERBAGAI ASPEK DALAM PENERAPANNYA

Pemberlakuan SNI secara wajib merupakan semua produkk SNI yang dipasarkan di Indonesia harus memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan baik itu berasala dari produksi dalam neger maupun impor. Pemberlakuan penerapan Standar Nasional Indonesia (SNI) secara wajib merupakan salah satu upaya perlindungan terhadap industri dalam negeri sekaligus terhadap konsumen pengguna produk.
Pengamatan Badan Standarisasi Nasional (BSN) tahun 2006 memberikan gambaran bahwa hanya 19,6% SNI yang digunakan di pasar (Eddy Herjanto, 2006). Hal tersebut mengindikasi bahwa SNI belum bisa diterima secara efektif di kalangan industri dan selain itu masih banyak produk yang bertanda SNI namun mutunya tidak sesuai dengan persyaratan SNI.
Pemberlakuan SNI wajib agar dapat berjalan dengan efektif diperlukan kajian secara komprehensif terhadap stadar teknik itu sendiri dan berbagai aspek yang mempengaruhi efektifitas pemberlakuannya seperti aspek regulasi, manajemen, institusi dan ekonomi. Keberhasilan SNI dapat diukur dengan tingkat penerapannya di lapangan seperti digunakan sebagai acuan dalam mutu produk, proses produksi, metode uji, atau acuan dalam pendidikan atau pelatihan.
Jumlah SNI yang ada berkembang terus menerus hingga pada pertengahan 2009 mencapai lebih dari 6500 SNI dengan sektar 4100 standar bidang industri dan terus meningkat mencapai 4250 SNI pada akhir tahun 2010. Penerapan SNI pada dasarnya bersifat sukarela, namun SNI yang berkaitan dengan kepentingan kesehatan, keselamatan, keamanan dan pelestarian lingkungan hidup (K3L) atau atas dasar pertimbangan tertentu diberlakukan wajib.
Penelitian yang dilakukan mengguanaan sampel sebanyak 447 perusahaan yang tersebar di 22 provinsi. Semuanya merupakan industri yang memproduksi SN wajib. Sebaran sampel terbesar yaitu di provinsi Jawa barat sebanyak 28%, Jawa timur 18,1%, DKI Jakarta 16,6%, Jawa tengah 14,3% dan Banten 9% serta sisanya tersebar di 17 provinsi lainnya. Berdasarkan sektor industri, terbanyak adalah sektor industri minuman dengan 110 perusahan (24,6%), indstri logam dan mesin dengan 106 perusahaan, kimia hilir sebanyak 102 perusahaan, aneka industri sebanyak 58 perusahaan dan kimia hulu sebanyak 29 perusahaan serta berbagai sektor industri lain yang berjumlah 42 perusahaan.
Berdasarkan hasil penelitian, total perusahaan industri yang memiliki SPPT-SNI yang valid hanya 55,05% dan sisanya sertifikat sudah kadaluarsa atau bahkan belum ada sama sekali. SPPT-SNI merupakan persyaratan boleh atau tidaknya suatu produk SNI wajib diedarkan di pasar. Hasil penelitian terhadap keabsahan SPPT-SNI menunjukan total terdapat 315 perusahaan yang memiliki SPPT SNI namun 69 perusahaan sertifikatnya sudah tidak berlaku dengan rentang kadaluarsa rata-rata 2,6 tahun, bahkan sertifikat milik 25 perusahaan sudah kadaluarsa lebih dari 5 tahun.
Salah satu syarat emiliki SPPT SNI adalah penerapan sistem manajemen mutu dalam perusahaan. Diketahui sebanyak 32,4% telah menerapkan ISO 9001 sebagai standar sistem manajemen mutu yang diakui internasional, sebagain diantaranyya menerapkan standar sistem mutu internasional yang lainnya Sekitar 55% dari perusahaan pemilik SPPT SNI yang masih menggunakan pedoman BSN 10 sebagai acuan sistem mutunya. Pedoman BSN 10 digunakan hanya untuk industri kecil dan transisi sebelum beralih ke ISO 9001.
Aspek penerapan standar dianggap telah memadai namun masih diangap kelemahan pada aspek kelembagaan, peraturan daerah dan aspek ekonomi yang belum efektif dan masih memerlukaan penyempurnaan. Dya dukung LSPro dan laboratorium uji dalam fungsi penilaian kesesuaian sudah memadai namun dengan bertambahnya jumlah SNI waji, diperlukan pengembangan secara kontinu pada lembaga terkait. Diketahui masih banyak laboratorium uji yang belum mamppu menguji semua parameter dalam SNI.
Produsen menghadpi berbagai hambatan dalam menerapkan SNI wajib. Hambatan utama yang dihadapi produsen dalam penerapan SNI wajib adalah keterbatasan sumber  daya manusia, kesulitan untuk mengkalibrasikan peralatan laboratorium dan produksi, adanya distorsi produk sub standar di pasar, biaya sertifikasi yang relatif mahal dan kepedulian konsumen terhadpa standar masih kurang.

Sumber:


Minggu, 10 Januari 2016

PERENCANAAN ORGANISASIONAL

Perencanaan Organisasional
Perencanaan merupakan proses menentukan bagaimana suatu organisasi mampu mencapai tujuannya. Perencanaan adalah proses menentukan dengan tepat apa yang akan dilakukan organisasi untuk mencapai tujuannya. Istilah resmi menyatakan bahwa perencanaan didefinisikan sebagai perkembangan sistematis dari program tindakan yang ditujukan pada pencapaian tujuan bisnis yag telah disepakati dengan proses analisa, evaluasi, seleksi diantara berbagai kesempatan yang telah diprediksi terlebih dahulu. Pengorganisasian merupakan suatu proses pembentukan kegunaan yang teratur untuk semua sumber daya dalam sistem manajemen. Perencanaan organisasional adalah proses pencapaian tujuan dari suatu organisasi secara teratur untuk segala sumber daya yang terdapat dalam sistem yang bersangkutan.
            Tujuan perencanaan organisasional memiliki 2 makud yaitu perlindungan dan kesepakatan. Berikut adalah penjabarannya.
1.    Perlindungan atau protektif yaitu meminimasi resiko dengan mengurangi ketidakpastian di sekitar kondisi bisnis dan menjelaskan konsekuensi tindakan manajerial yang berhubungan.
2.    Kesepakatan atau affirmative yaitu untuk meningkatkan tingkat keberhasilan dari organisasional.
Disamping 2 tujuan di atas, tujuan perencanaan adalah membentuk usaha terkoordinasi dalam organisasi. Tanpa adanya perencanaan biasanya disertai dengan tidak adanya koordinasi dan timbulnya ketidakefisienan. Tujuan mendasar dari perencanaan adalah membantu organisasi mencapai tujuannya. Koontz O’Donnel menyatakan bahwa maksud dari perencanaan adalah untuk melancarkan pencapaian usaha dan tujuan.

Pengorganisasian
            Sumber daya organisasional mewakili suatu investasi darimana sistem manajemen harus mendapat pengembaliannya (return). Pengorganisasian yang sesuai dengan sumber daya akan meningkatkan efektifitas dan efisiensi dari penggunaannya. Henry Fayol telah mengembangkan 16 garis pedoman umum yang bisa digunakan ketika mengorganisasikan sumber daya, dipublikasikan di Inggris pad atahun 1949. Berikut adalah 16 pedoman tersebut.
1.    Menyiapkan dan melaksanakan rencana operasional secara bijaksana.
2.    Mengorganisasi aset kemanusiaan dan bahan sehingga konsisten dengan tujuan-tujuan, sumber daya- sumber daya, dan kebutuhan dari persoalan tersebut.
3.    Menetapkan wewenang tunggal, kompeten, enerjik, dan menuntun (struktur manajemen formal).
4.    Mengkoordinasi semua aktivitas dan usaha.
5.    Merumuskan keputusan yang jelas, berbeda, dan tepat.
6.    Menyusun bagi seleksi yang efisien sehingga tiap departemen dipimpin oleh seorang manajer yang kompeten, enerjik dan tiap karyawan ditempatkan pada tempat dimana dia bisa menyumbangkan tenaganya secara maksimal.
7.    Mendefinisikan tugas-tugas.
8.    Mendorong inisiatif dan tanggung jawab.
9.    Memberikan balas jasa yang adil dan sesuai bagi jasa yang diberikan.
10. Memfungsikan sanksi terhadap kesalahan dan kekeliruan.
11. Mempertahankan disiplin.
12. Menjamin bahwa kepentingan indivisu konsisten dengan kepentingan umum dari organisasi.
13. Mengakui adanya satu komando.
14. Mempromosikan koordinasi bahan dan kemanusiaan.
15. Melembagakan dan memberlakukan pengawasan.
16. Menghindari adanya pengaturan, birokrasi (red tape) dan kertas kerja.

Pembagian Tenaga Kerja (Division of Labor)
            Pembagian tenaga kerja merupakan salah satu pertimbangan utama untuk suatu usaha pengorganisasian. Konsep pembagian tenaga kerja diberikan pada berbagai bagian tugas tertentu diantara sejumlah anggota organisasi kewirausahaan. Sebagai ganti satu individu melakukan semua pekerjaan, beberapa individu melakukan bagian pekerjaan yang berbeda dari aktivitas total. Produksi dibagi menjadi sejumlah langkah dengan tanggung jawab penyelesaian pada individu tertentu. Hakikatnya, individu berspesialisasi dalam mengerjakan bagian tugas daripada seluruh tugas. Ilustrasi pembagian kerja secara umum digunakan adalah lini produksi modil. Satu indivisu tidak diperintahkan untuk merakit seluruh mobil, tetapi bagian tertentu dari mobil dirakit oleh berbagai individu.
            Pembagian tenaga kerja dalam strategi pengorganisasian memiliki keuntungan dan kerugian tertentu. Berikut adalah keuntungan dan kerugian tersebut.
Keuntungan pembagian tenaga kerja :
1.    Pekerja berspesialisasi akan terampil untuk melaksanakan tugas dan cenderung akan meningkat.
2.    Tenaga kerja tidak kehilangan waktu yang berharga dalam bergerak dari satu tugas ke tugas lainnya karena tidak ada waktu yang hilamh dari pergantian alat dan lokasi.
3.    Pekerja memusatkan diri hanya pada melaksanakan satu pekerjaan sehingga pekerjaan menjadi lebih mudah dan efisien.
4.    Pembagian tenaga kerja menciptakan situasi dimana pekerja hanya perlu mengetahui bagaimana mereka melaksanakan bagian tugas dan bukannya proses keseluruhan produk.
Kerugian pembagian tenaga kerja :
1.    Keuntungan dari pembagian tenaga hanya dipusatkan pada efisiensi dan manfaat ekonomi dan mengabaikan variabel manusia.
2.    Kerja yang terspesialisai cenderung menjadi sangat membosankan dan biasanya menyebabkan tingkat produksi menurun.

Wewenang
            Wewenang adalah hak untuk melaksanakan atau memerintah. Wewenang memungkinkan pemegangnya bertindak dengan cara tertentu dan mempengaruhi secara langsung tindakan dari orang lain melalui perintah yang dikeluarkannya. Posisi individu pada bagan organisasi menunjukkan jumlah wewenang relatif yang didelegasikan pada tiap individu. Individu pada manajemen puncak memiliki wewenang yang lebih besar dibandingkan individu pada manajemen bawah. Kenyataannya, sumber dari wewenang tidak ditentukan oleh dekrit dari organisai formal tetapi oleh apakah kekuasaan tersebut diterima atau tidak oleh mereka yang berada di bawah wewenang.
            Garis pedoman dengan mana tindakan yang bisa diambil oleh seorang manajer bisa ditaati dan diterima. Menurut Chester Barnard, akan semakin banyak perintah manajer yang diterima dalam jangka panjang, jika:
1.    Saluran formal dari komunikasi digunakan oleh manajer dan dikenal oleh semua anggota organisasi.
2.    Tiap anggota organisasi telah menerima saluran komunikasi formal melalui mana dia menerima perintah.
3.    Lini komunikasi antara manajer dan bawahan bersifat langsung.
4.    Rantai komando yang lengkap digunakan untuk mengeluarkan perintah.
5.    Manajer memiliki keterampilan komunikasi yang memadai.
6.    Manajer menggunakan lini komunikasi formal hanya untuk urusan organisasional.
7.    Suatu perintah secara otentik memang berasal dari manajer.

Sumber:
Wiratmo, Masykur.1994. Kewirausahaan. Jakarta: Gunadarma.