Minggu, 19 Januari 2014

PERTENTANGAN SOSIAL DAN INTEGRASI MASYARAKAT



PERTENTANGAN SOSIAL DAN INTEGRASI MASYARAKAT
Pertentangan Sosial adalah suatu kegiatan  yang menentang ilmu - ilmu sosial dan biasanya terjadi karena adanya kesalahpahaman, sebagai contoh adalah tauran, kerusuhan, perang antarsuku dan lain sebagainya.
Integrasi berasal dari bahasa inggris "integration" yang berarti kesempurnaan atau keseluruhan. Integrasi didefinisikan sebagai proses penyesuaian di antara unsur-unsur yang saling berbeda dalam kehidupan masyarakat sehingga menghasilkan pola kehidupan masyarakat yang memilki keserasian fungsi. Definisi lain dari integrasi adalah suatu keadaan di mana kelompok-kelompok etnik beradaptasi terhadap kebudayaan mayoritas masyarakat, namun masih tetap mempertahankan kebudayaan mereka masing-masing. Integrasi memiliki 2 pengertian, yaitu :
1.     Pengendalian terhadap konflik dan penyimpangan sosial dalam suatu sistem sosial tertentu.
2.     Membuat suatu keseluruhan dan menyatukan unsur-unsur tertentu.
Integrasi masyarakat dapat diartikan adanya kerjasama dari seluruh anggota masyarakat, mulai dari individu, keluarga, lembaga-lembaga dan masyarakat secara keseluruhan. Sehingga menghasilkan persenyawaan-persenyawaan, berupa adanya konsensus nilai-nilai yang sama dijunjung tinggi.
Hal ini menunjukkan terjadinya kerja sama, akomodasi, asimilasi dan berkuranmgnya sikap-sikap prasangka di antara anggota msyarakat secara keseluruhan. Integrasi masyarakat akan terwujud apabila mampu mengendalikan prasangka yang ada di dalam masyarakat, sehingga tidak terjadi konflik, dominasi, mengdeskriditkan pihak-pihak lainnya dan tidak banyak sistem yang tidak saling melengkapi dan tumbuh integrasi tanpa paksaan. Oleh karena itu untuk mewujudkan integrasi bangsa pada bangsa yang majemuk dilakukan dengan mengatasi atau mengurangi prasangka.   
Integrasi sosial adalah jika yang dikendalikan, disatukan, atau dikaitkan satu sama lain itu adalah unsur-unsur sosial atau kemasyarakatan. Suatu integrasi sosial di perlukan agar masyarakat tidak bubar meskipun menghadapi berbagai tantangan, baik merupa tantangan fisik maupun konflik yang terjadi secara sosial budaya. Menurut pandangan para penganut funsionalisma struktur sistem sosial senantiasa terintegrasi di atas dua landasan berikut :
1.     Suatu masyarakat senantiasa terintegrasi di atas tumbuhnya consensus (kesepakatan) di antara sebagian besar anggota masyarakat tentang nilai-nilai kemasyarakatan yang bersifat fundamental (mendasar).
2.     Masyarakat terintegrasi karena berbagai anggota masyarakat sekaligus menjadi anggota dari berbagai kesatuan sosial (cross-cutting affiliation). Setiap konflik yang terjadi di antara kesatuan sosial dengan kesatuan sosial lainnya akan segera dinetralkan oleh adanya loyalitas ganda (cross-cutting loyalities) dari anggota masyarakat terhadap berbagai kesatuan sosial.
Penganut konflik berpendapat bahwa masyarakat terintegtrasi atas paksaan dan karena adanya saling ketergantungan di antara berbagai kelompok. Integrasi sosial akan terbentuk apabila sebagian besar masyarakat memiliki kesepakatan tentang batas-batas teritorial, nilai-nilai, norma-norma, dan pranata-pranata sosial.

1.               Perbedaan kepentingan, prasangka, diskriminasi dan ethosentris
Kepentingan merupakan dasar timbulnya tingkah laku individu. Tingkah laku individu merupakan cara atau alat dalam memenuhi kepentingannya. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan individu dalam masyarakat pada hakikatnya adalah untuk memperoleh kepuasan pemenuhan dari kepentingan tersebut. Ada 2 jenis kepentingan dalam diri individu yaitu kepentingan untuk memenuhi kebutuhan biologis dan sosial/psikologis. Perbedaan kepentingan itu antara lain:
1.      Kepentingan individu untuk memperoleh kasih sayang.
2.      Kepentingan individu untuk memperoleh harga diri.
3.      Kepentingan individu untuk memperoleh penghargaan yang sama.
4.      Kepentingan individu untuk memperoleh potensi dan posisi.
5.      Kepentingan individu untuk membutuhkan orang lain.
6.      Kepentingan individu untuk memperoleh kedudukan di dalam kelompoknya.
7.      Kepentingan individu untuk memperoleh rasa aman dan perlindungan diri.
8.      Kepentingan individu untuk memperoleh kemerdekaan diri.
            Hal di atas menunjukkan ketidakmampuan suatu ideologi mewujudkan idealisme yang akhirnya melahirkan suatu konflik. Secara fundamental hal yang dapat menimbulkan konflik adalah jarak yang terlalu besar antara harapan dengan kenyataan pelaksanaannya. Perbedaan kepentingan tersebut tidak langsung menyebabkan terjadinya konflik tetapi melewati beberapa fase yaitu :
1. fase disorganisasi yang terjadi karena kesalahpahaman.
2. fase dis-integrasi yaitu pernyataan tidak setuju. fase dis-integrasi ini memiliki tahapan (Menurut Walter W. Martin dkk):
Ø  Ketidaksepahaman anggota kelompok tentang tujuan yang dicapai.
Ø  Norma sosial tidak membantu dalam mencapai tujuan yang disepakati.
Ø  Norma yang telah dihayati bertentangan satu sama lain.
Ø  Sanksi sudah menjadi lemah.
Ø  Tindakan anggota masyarakat sudah bertentangan dengan norma kelompok.
Konflik dilatarbelakangi oleh perbedaan ciri-ciri yang dibawa individu dalam suatu interaksi. Perbedaan-perbedaan tersebut diantaranya adalah menyangkut ciri fisik, kepandaian, pengetahuan, adat istiadat, keyakinan, dan lain sebagainya. Dibawasertanya ciri-ciri individual dalam interaksi sosial, konflik merupakan situasi yang wajar dalam setiap masyarakat dan tidak satu masyarakat pun yang tidak pernah mengalami konflik antar anggotanya atau dengan kelompok masyarakat lainnya, konflik hanya akan hilang bersamaan dengan hilangnya masyarakat itu sendiri. Secara terioristis, perbedaan kepentingan dapat menimbulkan masalah yang besar bagi orang yang melakukanya. Dipandang sebagai perilaku, konflik merupakan bentuk minteraktif yang terjadi pada tingkatan individual, interpersonal, kelompok atau pada tingkatan organisasi.Konflik ini terutama pada tingkatan individual yang sangat dekat hubungannya dengan stres. Adapun dibawah ini yang merupakan bagian dari faktor penyebab konflik :
1.     Perbedaan individu, yang meliputi perbedaan pendirian dan perasaan.
  1. Perbedaan latar belakang kebudayaan sehingga membentuk pribadi-pribadi yang berbeda.
  2. Perbedaan kepentingan antara individu atau kelompok.
  3. Perubahan-perubahan nilai yang cepat dan mendadak dalam masyarakat.
Dibalik konflik tersebut terdapat sebuah Lubang hitam yang begitu besar yang bisa menghantui siapa saja yaitu akibat dari konflik itu sendiri. Berikut ini merupakan akibat dari konflik :
  1. meningkatkan solidaritas sesama anggota kelompok (ingroup) yang mengalami konflik dengan kelompok lain.
  2. keretakan hubungan antar kelompok yang bertikai.
  3. perubahan kepribadian pada individu, misalnya timbulnya rasa dendam, benci, saling curiga dll.
Prasangka atau prejudice berasal dari kata latian prejudicium. Sekarang mengalami perkembangan dalam pengertiannya yaitu sebagai berikut:
1.     Semula diartikan sebagai suatu presenden, artinya keputusan diambil atas dasar pengalaman yang lalu.
2.     Dalam bahasa Inggris mengandung arti pengambilan keputusan tanpa penelitian dan pertimbangan yang cermat, tergesa-gesa atau tidak matang.
3.     Untuk mengatakan prasangka dipersyaratkan pelibatan unsur-unsur emosilan (suka atau tidak suka) dalam keputusan yang telah diambil tersebut.
Dilihat dari konteks rasial, prasangka diartikan sebagai suatu sikap terhadap anggota kelompok etnis atau ras tertentu, yang terbentuk terlalu cepat tanpa suatu induksi. Hal ini terkandung suatu ketidakadilan dalam arti sikap yang diambilkan dari beberapa pengalaman dan yang didengarnya, kemudian disimpulkan sebagai sifat dari anggota seluruh kelompok etnis.
Prasangka (prejudice) diartikan suatu anggapan terhadap sesuatu dari seseorang bahwa sesuatu itu buruk dengan tanpa kritik terlebih dahulu. Bahasa arab menyebutnya sukhudzon yaitu orang, secara serta merta tanpa timbang-timbang lagi bahwa sesuatu itu buruk. Dan disisi lain bahasa arab khusudzon yaitu anggapan baik terhadap sesuatu.
Prasangka menunjukkan pada aspek sikap sedangkan diskriminasi pada tindakan.Menurut Morgan (1966) sikap adalah kecenderungan untuk merespon baik secara positif atau negarif terhadap orang, obyek atau situasi. Sikap seseorang baru diketahui setelah ia bertindak atau beringkah laku. Oleh karena itu bisa saja bahwa sikap bertentangan dengan tingkah laku atau tindakan.Jadi prasangka merupakan kecenderungan yang tidak nampak, dan sebagai tindak lanjutnya timbul tindakan, aksi yang sifatnya realistis.Dengan demikian diskriminatif merupakan tindakan yang relaistis, sedangkan prsangka tidak realistis dan hanya diketahui oleh diri individu masing-masing.
Prasangka ini sebagian bear sifatnya apriori, mendahului pengalaman sendiri (tidak berdasarkan pengalaman sendiri), karena merupakan hasil peniruan atau pengoperan langsung pola orang lain. Prasangka bisa diartikan suatu sikap yang telampau tergesa-gesa, berdasarkan generalisasi yang terlampau cepat, sifat berat sebelah, dan dibarengi proses simplifikasi (terlalu menyederhanakan) terhadap sesuatu realita. Dalam kehidupan sehari-hari prasangka ini banyak dimuati emosi-emosi atau unsure efektif yang kuat.
Tidak sedikit orang yang mudah berprasangka, namun banyak juga orang-orang yang lebih sukar berprasangka. Terkadang terdapat perbedaan yang mencolok yang disebabkan karena kepribadian dan inteligensi, juga faktor lingkungan cukup berkaitan engan munculnya prasangka. Orang yang berinteligensi tinggi, lebih sukar berprasangka, karena orang-orang macam ini berikap dan bersifat kritis. Prasangka bersumber dari suatu sikap.Diskriminasi menunjukkan pada suatu tindakan.Dalam pergaulan sehari-hari sikap prasangka dan diskriminasi seolah-olah menyatu, tak dapat dipisahkan.Seseorang yagn mempunyai prasangka rasial, biasanya bertindak diskriminasi terhadap ras yang diprasangkainya.Walaupun begitu, biasa saja seseorang bertindak diskriminatof tanpa latar belakang prasangka. Demikian jgua sebaliknya seseorang yang berprasangka dapat saja bertindak tidak diskriminatif.
Prasangka dan Diskriminasi dapat merugikan pertumbuh-kembangan dan bahkan integrasi masyarakat.Prasangka mempunyai dasar pribadi, dimana setiap orang memilikinya. Melalui proses belajar dan semakin dewasanya manusia, membuat sikap cenderung membeda-bedakan dan sikap tersebut menjurus kepada prasangka. Apabila individu mempunyai prasangka dan biasanya bersifat diskriminatif terhadap ras yang diprasangka. Jika prasangka disertai dengan agresivitas dan rasa permusuhan, biasanya orang yang bersangkutan mencoba mendiskiminasikan pihak-pihak lain yang belum tentu salah, dan akhirnya dibarengi dengan sifat Justifikasi diri, yaitu pembenaran diri terhadap semua tingkah laku diri.
Perbedaan Prasangka dan Diskriminasi, prasangka adalah sifat negative terhadap sesuatu.Dalam kondisi prasangka untuk menggapai akumulasi materi tertentu atau untuk status sosial bagi suatu individu atau suatu.Seorang yang berprasangka rasial biasanya bertindak diskriminasi terhadap rasa yang diprasangka. Sebab-sebab timbulnya prasangka dan diskriminasi :
  1. Berlatar belakang sejarah
Misalnya : bangsa kita masih menganggap bangsa Belanda adalah bangsa penjajah.Ini dilatarbelakangi karena pada masa lampau Bangsa Belanda menjajah Indonesia selama kurang lebih 3,5 abad.
  1. Dilatar-belakangi  oleh perkembangan sosio-kultural dan situasional
      Apabila prasangka bisa berkembang lebih jauh sebagai akibat adanya jurang pemisah antara kelompok orang kaya dengan orang miskin.
  1. Bersumber dari faktor kepribadian
Bersifat prasangka merupakan gambaran sifat seseorang.Tipe authorian personality adalah sebagian ciri kepribadian seseorang yang penuh prasangka, dengan ciri-ciri bersifat konservatif dan tertutup.
  1. Berlatang belakang perbedaan keyakinan, kepercayaan dan agama
Banyak sekali konflik yang ditimbulkan karean agama.Seperti yang kita alami sekarang diseluruh penjuru dunia
Usaha-usaha mengurangi/menghilangkan prasangka dan diskriminasi ada beberapa hal. Berikut ini adalah usaha-usaha yang dimaksudkan.
  1. Perbaikan kondisi sosial ekonomi
  2. Perluasan kesempatan belajar
  3. Sikap terbuka dan sikap lapang
Ethosentrisme yaitu suatu kecenderungan yang menganggap nilai-nilai dan norma-norma kebudayaannya sendiri sebagaai sesuatu yang prima, terbaik, mutlak dan diepergunakan sebagai tolok ukur untuk menilai dan membedakannya dengan kebudayaan lain. Etnosentrisme merupakan kecenderungan tak sadar untuk menginterpretasikan atau menilai kelompok lain dengan tolok ukur kebudayaannya sendiri. Sikap etnosentrisme dalam tingkah laku berkomunikasi nampak canggung, tidak luwes.
            Sumber yang lain menyebutkan bahwa ethnosentrisme yaitu sikap untuk menilai unsur-unsur kebudayaan orang lain dengan mempergunakan ukuran-ukuran kebudayaan sendiri. Sikap ini dianggap bahwa kebudayaan dirinya lebih unggul dari kebudayaan lainnya. Stereotype yaitu gambaran dan ajakan ejek. Stereotype diartikan sebagai tanggapan mengenai sifat-sifat dan waktu pribadi orang atau golongan lain yang bercorak negatif sebagai akibat tidak lengkapnya informasi dan sifatnya yang subyektif.

2.               Pertentangan sosial dalam masyarakat
Konflik merupakan suatu tingkah laku yang dibedakan dengan emosi-emosi tertentu yang sering dihubungkan dengannya, misalnya kebencian atau permusuhan. Konflik dapat terjadi pada lingkungan yang paling kecil yaitu individu sampai kepada lingkup yang luas, yakni masyarakat:
1.     Pada taraf di dalam diri seseorang, konflik menunjuk pada adanya pertentangan atau emosi-emosi dan dorongan-dorongan antagonistic di dalam diri seseorang.
2.     Pada taraf kelompok, konflik-konflik ditimbulkan dari konflik-konflik yang terjadi dalam diri individu dari perbedaan-perbedaan anggota kelompok dalam tujuan, nilai, norma serta minat untuk menjadi anggota kelompok.
3.     Pada taraf masyarakat, konflik bersumber pada perbedaan nilai dan norma kelompok dengan nilai dan norma kelompok lain.
Tipe konflik ini timbul dari proses-proses yang tidak rasional dan emosional dari pihak-pihak yang terlibat di dalamnya.Upaya untuk memecahkan konflik selalu timbul selama berlangsungnya kehidupan suatu kelompok, namun terdapat perbedaan-perbedaan di dalam sifat dan intensitas konflik pada berbagai tahap perkembangan kelompok. Adapun cara-cara pemecahan konflik sebagai berikut:
1.     Elimination: Pengunduran diri salah satu pihak yang terlibat di dalam konflik.
2.     Subjugation atau Domination: Orang atau pihak yang mempunyai kekuatan terbesar dapat memaksa orang atau pihak lain untuk mentaatinya.
3.     Majority Rule: Suara terbanyak yang ditentukan dengan voting, akan menentukan keputusan, tanpa mempertimbangkan argumentasi.
4.     Minority Consent: Kelompok mayoritas yang menang, namun kelompok minoritas tidak merasa dikalahkan, dan menerima keputusan serta sepakat untuk melakukan kegiatan bersama.
5.     Compromise (Kompromi): Kedua atau semua sub kelompok yang terlibat di dalam konflik, berusaha mencari dan mendapatkan jalan tengah.
6.     Integration: Pendapat-pendapat yang bertentangan didiskusikan, dipertimbangkan, dan ditelaah kembali sampai kelompok mencapai suatu keputusan yang memuaskan bagi semua pihak.
Usaha-usaha untuk menghindari perbedaan-perbedaan dan untuk memendam konflik-konflik, tidak pernah berhasil dalam waktu yang lama.Kesatupaduan di dalam perbedaan-perbedaan merupakan suatu nilai yang menghargai perbedaan, yang menggunakan perbedaan-perbedaan tersebut untuk memperkuat kelompok.

3.               Pengertian integrasi sosial, integrasi nasional
Integrasi Sosial adalah merupakan proses penyesuaian unsur-unsur yang berbeda dalam masyarakat menjadi satu kesatuan. Unsur yang berbeda tersebut meliputi perbedaan kedudukan sosial, ras, etnik, agama, bahasa, nilai, dan norma. Syarat terjadinya integrasi sosial antara lain:
  • Anggota masyarakat merasa bahwa mereka berhasil saling mengisi kebutuhan mereka
  • Masyarakat berhasil menciptakan kesepakatan bersama mengenai norma dan nilai sosial yang dilestarikan dan dijadikan pedoman
  • Nilai dan norma berlaku lama dan tidak berubah serta dijalankan secara konsisten
Integrasi sosial adalah jika yang dikendalikan, disatukan, atau dikaitkan satu sama lain itu adalah unsur - unsur sosial atau kemasyarakatan. Suatu integrasi sosial diperlukan agar masyarakat tidak bubar meskipun menghadapi berbagai tantangan, baik berupa tantangan fisik maupun konflik yang terjadi secara sosial budaya.
Istilah integrasi nasional berasal dari dua kata yaitu integrasi dan nasional. Istilah integrasi mempunya arti pembaruan/penyatuan sehingga menjadi kesatuan yang utuh/bulat. Istilah nasional mempunyai pengertian kebangsaan, bersifat bangsa sendiri, meliputi suatu bangsa seperti cita - cita nasional, tarian nasional, perusahaan nasional(kamus besar bahasa indonesia : 1989 dalam suhady 2006 : 36). Hal - hal yang menyangkut bangsa dapat berupa adat istiadat, suku, warna kulit, keturunan, agama, budaya, wilayah/daerah, dan sebagainya.Sehubungan dengan penjelesan kedua istilah di atas maka integrasi nasional identik dengan integrasi bangsa yang mempunyai pengertian suatu proses penyatuan atau pembaruan berbagai aspek sosial budaya kedalam kesatuan wilayah dan pembukaan identitas nasional atau bangsa(kamus besar bahasa indonesia : 1989 dalam suhady 2006 : 36-37) yang harus dapat menjamin terwujudnya keselarasan, keserasian dan keseimbangan dalam mencapai tujuan bersama sebagai suatu bangsa. Integrasi nasional sebagai suatu konsep dalam kaitan dengan wawasan kebangsaan dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia berlandaskan pada aliran pemikiran/paham integralistik yang dicetuskan oleh G.W.F Hegl (1770-1831 dalam suhady 2006:38) yang berhubungan dengan paham idealisme untuk  mengenal dan memahami sesuatu harus dicari kaitannya dengan yang lain dan untuk mengenal manusia harus dikaitkan dengan yang lain dan untuk mengenal manusia harus dikaitan dengan masyarakat di sekitarnya dan untuk mengenal suatu masyarakat harus dicari kaitannya dengan proses multikulturalisme.



4.               Contoh kasus tentang integrasi sosial
JAKARTA, KOMPAS.com — Mantan Sekretaris Fraksi PDI-P, Jacobus Majong Padang, mengaku miris atas terjadinya ketimpangan hukum yang kini sedang dipertontonkan oleh pemerintahan SBY-Boediono.Politisi kerap di sapa Kobu ini berujar, kaum Marhaen-sebutan kaum proletar kini seakan makin diproklamaskiakn tertindas, belum merdeka.
"Yang dipertontonkan jelas sekali, perlakuan hukum yang tidak adil.Contoh konkret nenek Minah di Banyumas, Jawa Tengah. Dia dihukum 1,5 bulan karena mencuri 3 buah kakao di kebun. Meski sudah berusaha meminta maaf, aparat tetap menegakkan hukum.Dalih, menegakkan hukum adil bagi yang melanggar hukum,” kata Kobu, Sabtu (21/11).
Menurut Kobu, aparat hukum dalam kasus hukum yang dihadapi Minah berusaha menegakkan hukum seakan demi keadilan. Hal ini seakan kontras dengan apa yang terjadi, baik terhadap dugaan penyuapan yang dilakukan Anggodo Widjojo, maupun kasus skandal aliran dana Bank Century sebesar Rp. 6,7 triliun.
"Terkesan, aparat penegak hukum ingin menutupi adanya pencurian uang negara sebesar Rp 6,7 triliun di Bank Century. Keadilan sangat mahal di negeri ini.Kaum Marhaen memang belum merdeka.Pemerintah jangan pertontonkan ketimpangan hukum," kata Kobu lirih.
(http://nasional.kompas.com/read/2009/11/21/16391369/Antara.Minah.dan.Anggodo..Beda.Banget)
Kasus ini merupakan cerminan kata Keadilan di Indonesia  menggambarkan budaya Diskriminasi sangat jelas terjadi. Pengadilan sebagai lembaga pelindung masyarakat sudah ternodai oleh deskriminasi dan oknum oknum tertentu yang sudah menghilangkan hakekat kata adil itu sendiri. Sejatinya Pengadilan mampu memberikan pelayanan yang seadil-adilnya kepada warga negara khususnya warga kecil seperti Nek Minah dalam kasus diatas.Dengan Uang sebagai penyebab terjadinya tindakangan Diskriminasi yang bekalakan terjadi sudah mampu mengalihkan perhatian para penegak hukum di indonesia untuk kembali pada asas Keadilan bagi semua Rakyat.
5.               Contoh kasus tentang integrasi nasional
Integrasi nasional Indonesia, sejauh ini timbul pertanyaan apa yang telah ditampakkan oleh kajian sistem sosial dan budaya Indonesia. Bangsa yang ditengarai oleh aneka bifurkasi sosial menurut garis wilayah, etnis, agama, tingkat ekonomi serta apakah masih memiliki signifikansi untuk bersatu? Jawabannya adalah ya. Persatuan di Indonesia bukan merupakan sesuatu yang baru oleh sebab consensus nasional utama (Proklamasi 1945) pernah tercetus.Problem krusial di masa-masa kemudian adalah Indonesia terus mencari format-format baru integrasi nasional sendiri.
Bukan Indonesia saja, negara multikultur yang mengalami permasalahan integrasi nasional. Spanyol, sebagai missal, mengalami masalah integrasi nasional lewat persaingan politik antara etnis Catalan dengan Basque. Lebanon pun memiliki masalah integrasi nasional lewat integrasi agama yang sangat bervariasi (Islam Sunni, Islam Syiah, Kristen Maronit, Kristen Druze). Srilangka punya masalah yang terus berkembang akibat perseteruan antara etnis Sinhala dan Tamil. Tetangga Indonesia seperti Thailand dan Filipina menghadapi masalah integrasi nasional lewat kasus wilayah Pattani dan Moro.Sebab itu, masalah integrasi Negara yang berisikan multikultur bukan Cuma monopoli Indonesia.
Persoalan penting kemudian adalah bagaimana Indonesia mengidentifikasi pola integrasi nasionalnya untuk kemudian diaplikasikan ke dalam tindakan positif menuju integrasi nasional, baik dari kalangan elit maupun masyarakat kebanyakan. Pertanyaan pentinya kemudian adalah, apa yang sesungguhnya bergerak dalam pola integrasi nasional Indonesia. Beberapa penjelasan integrasi nasional Indonesia dalam kasus integrasi nasional Indonesia, terdapat sejumlah penjelasan guna menggambarakan metode terjadinya integrasi nasional.Penjelasan-penjelasan ini memiliki aneka perbedaan titik tekan. Seluruh pendekatan yang tersedia kemudian akan dipertimbangkan keeratan hubungannya dengan metode integrasi nasional Indonesia.
1.     Neopatrimonialisme
Pertama adalah penjelasan David Brown tentang metode integrasi Indonesia yang ditentukan elit.1 Brown menggunakan istilah Neo Patrimonialisme dalam kasus integrasi nasional Indonesia. Untuk memahami Neopatrimonialisme, paling jelas dikontraskan dengan apa yang Max Weber maksud dengan patrimonialisme.
Patrimonialisme adalah “the object of obedience is the personal authority of the individual which he enjoys by virtue of his traditional status. The organized group exercising authority is, in the simplest case, primarily based on relations of personal loyalty, cultivated through a common process of education. The person exercising authority is no a ‘superior’, but a personal ‘chief’. His administrative staff does no consist primarily of officials, but of personal retainers … Wha determines the relations of the administrative staff to the chief is not the impersonal obligations of office, but personal loyalty to the chief 2.
Sistem pemerintahan dalam patrimonialisme terbangun lewat ikatan antara pimpinan pemerintah tertentu (ketua adat, raja, sultan) atau orang berpengaruh di mana ia diangkat ke dalam posisi tertentu di dalam kekuasaan pusat. Orang-orang ini punya pengikut yang mengikutinya berdasarkan loyalitas personal.Jaringan-jaringan patron-klien ini kemudian mengembangkan loyalitas masing-masing yang kedaerahan ke tingkat nasional.
Negara patrimonial sebab itu merupakan puncak dari suatu masyarakat yang dikarakteristikkan oleh hubungan patron-klien tradisional.Negara patrimonial, sebab itu, bergantung pada seberapa besar loyalitas rakyat pada pemimpin lokalnya, dan, loyalitas para pemimpin local kepada pemerintah pusat.Ia mengandalkan stabilitas sistem politik tradisional kedaerahan yang berkembang. Misalnya, ketaatan rakyat Yogyakarta kepada Sultan Hamengkubuwono X dan ketaatan Sultan Hamengkubowono kepada Pemerintah Pusat Republik Indonesia.Atau, dalam kasus Aceh, seberapa besar loyalitas rakyat Aceh kepada Hasan Tiro dan bagaimana sikap Hasan Tiro kepada pemerintah pusat Republik Indonesia.
Perbedaan utama antara patrimonialisme dengan neopatrimonialisme terletak pada perubahan hubungan antara pengikut dan pemimpin. Dalam patrimonialisme, elit patrimonial menyatakan dirinya sebagai kelas istimewa yang mampu menempatkan dirinya sebagai monopol sumber daya sekaligus mengesampingkan massa dari wilayah kuasa dan kesejahteraan. Ini terus terjadi andaikan pemimpin patrimonial mampu menjamin keamanan dan perlindungan yang ia berikan kepada para pengikut.
Dalam neopatrimonialisme, perubahan ikatan tradisional, meningkatnya mobilisasi penduduk (vertical, horizontal), dan tersebarnya harapan akan demokrasi, membuat para elit patrimonial makin sulit memelihara ikatan patron-klien terhadap massanya. Loyalitas dari para pengikut kini berubah dari sekadar perlindungan dan keamanan menjadi bersifat material (kuasa, uang, kemakmuran).
Dalam konteks neopatrimonial, pemimpin massa yang tadinya (secara tradisional) memiliki pengikut loyal, kini mulai bergeser. Mereka tidak stabil lagi dalam menggamit massa-nya sendiri dan kemudian, untuk menyelamatkan posisi, turun ‘tahta’ menjadi broker politik. Pemimpin yang awalnya menguasai monopoli loyalitas massa suatu daerah kini terpecah. Dalam suatu daerah muncul ‘communal leader’ yang berbeda dengan pemimpin tradisional. Pemimpin-pemimpin baru ini mengklaim punya massa tertentu dan bersedia membela mereka baik secara material maupun politik. Inilah pemimpin-pemimpin neopatrimonial.Sebab itu, dalam Negara yang terintegrasi menurut garis neopatrimonial, menjadi penting kajian atas kohesi antar-elit neopatrimonial

2.     Teori Dimensi
Christine Drake mengutarakan tesis tentang 4 faktor yang mendorong integrasi nasional Indonesia.3 Pertama, dimensi politik dan sejarah yang menekankan kepada persamaan nasib selaku rakyat yang terjajah Hindia-Belanda, yang membangun kesadaran bersama mencapai satu tujuan. Kedua, dimensi sosiokultural yang termasuk atribut-atribut budaya yang sama, bahasa yang sama, agama yang sama, dan kemudian membimbing pada ikatan bersama untuk bersatu di dalam Indonesia.
Ketiga, dimensi interaktif, yaitu tingkat kontak yang terbangun antara orang-orang yang diam di wilayah yang kini menjadi Indonesia, di mana mereka satu sama lain saling berkomunikasi lewat perdagangan, transportasi, teleppon, migrasi, dan televise. Keempat, dimensi ekonomi, yaitu kesalingtergantungan ekonomi antar region-region yang ada di Indonesia.

3.     Teori Proses Industri
Anthony Harold Birch.4 Birch coba cari jawaban bagaimana kelompok etnik dan budaya yang saling berbeda mengikat diri ke dalam sebuah masyarakat nasional dan mendirikan Negara nasional. Sebagai proses, integrasi nasional merupakan produk dari kebijakan pemerintah (atau elit) yang disengaja. Integrasi nasional awalnya “tidak direncanakan” lewat proses mobilisasi sosial. Initinya suatu proses bagaimana industrialisasi mengundang pekerja meninggalkan desa asal untuk cari kerja di area industry baru. Perpindahan ini menggerogoti komunitas-komunitas sosial di area pedesaan dan memobilisasi pekerja untuk terserap di masyarakat nasional yang lebih besar. Hubungan kedaerahan menjadi lemah, bahasa dan dialek local makin samar untuk kemudian digantikan bahasan nasional. Budaya local dan kebiasaan kehilangan pendukungnya.
Alat transportasi, juga menyumbang point dalam integrasi nasional.Pembukaan jalan membuat wilayah-wilayah dan penduduk terlebur, berinteraksi, saling pengaruh. Terlebih, media massa kemudian muncul memberikan informasi-informasi baru harian kepada pemirsa yang bisa dicapainya. Anggota-anggota masyarakat yang tadinya berasal dari budaya atau kultur spesifik secara gradual masuk ke dalam terma masyarakat ‘yang lebih luas.’
Empat argumentasi diajukan dalam menjelaskan proses integrasi nasional. Pertama, dalam terminology keniscayaan sejarah. Dalam pandangan Hegel, masa depan umat manusia terletak dalam organisasi yang disebut ‘negara’. Negara merupakan bentuk tertinggi organisasi sosial yang ada di tengah masyarakat. Negara mempersatukan elemen-elemen yang berbeda di level masyarakat ke dalam ‘elemen bersama’ dan sifatnya lebih tinggi.
Kedua, pandangan integrasi nasional sebagai bentuk asimilasi sosial.Integrasi nasional adalah terasimilasinya budaya-budaya yang lebih ‘minor’ kepada budaya yang lebih ‘mayor’. Misalnya, etnis Cina di Indonesia mau tidak mau harus mengasimilasi seluruh atau sebagian dari kultur yang berkembang di Indonesia kebanyakan agar dapat terintegrasi baik di tengah Negara Indonesia. Demikian pula etnis-etnis Arab, agar dapat diterima di Indonesia harus mengasimilasi budaya umum yang berkembang di masyarakat Indonesia.Disintegrasi nasional muncul akibat asimilasi gagal dilakukan.
Ketiga, integrasi nasional muncul akibat pemerintah didasarkan atas perasaan kesatuan nasional. Integrasi nasional tidak akan tercipta jika perasaan tersebut belumlah lagi terbangun. Untuk itu, masalah bahasa persatuan, ideology nasional, merupakan komponen penting di dalam integrasi nasional.Pemerintah memiliki tugas menjamin hal-hal tersebut terselenggara, baik secara teori maupun praktik.
Keempat, integrasi nasional berhubungan dengan masalah representasi politik.Negara yang terbangun dari garis primordial berbeda memiliki sensitivitas tinggi warganegara atas aspek primordial ini.Agama, etnis, region, merupakan unsure primordial yang perlu diperhatikan representasi politiknya.Pimpinan puncak nasional memerlukan kohesi yang membuat representasi elemen primordial yang berlainan tersebut menggapai consensus.Partai-partai politik utamanya mengambil peran dalam integrasi nasional yang berhubungan dengan representasi politik ini

Sumber :

Tidak ada komentar:

Posting Komentar