PERTENTANGAN SOSIAL
DAN INTEGRASI MASYARAKAT
Pertentangan Sosial adalah suatu kegiatan yang
menentang ilmu - ilmu sosial dan biasanya terjadi karena adanya kesalahpahaman,
sebagai contoh adalah tauran, kerusuhan, perang antarsuku dan lain sebagainya.
Integrasi berasal dari bahasa inggris "integration"
yang berarti kesempurnaan atau keseluruhan. Integrasi didefinisikan sebagai
proses penyesuaian di antara unsur-unsur yang saling berbeda dalam kehidupan
masyarakat sehingga menghasilkan pola kehidupan masyarakat yang memilki
keserasian fungsi. Definisi lain dari integrasi adalah suatu keadaan di mana
kelompok-kelompok etnik beradaptasi terhadap kebudayaan mayoritas masyarakat,
namun masih tetap mempertahankan kebudayaan mereka masing-masing. Integrasi memiliki
2 pengertian, yaitu :
1.
Pengendalian
terhadap konflik dan penyimpangan sosial dalam suatu sistem sosial tertentu.
2.
Membuat
suatu keseluruhan dan menyatukan unsur-unsur tertentu.
Integrasi masyarakat dapat diartikan adanya kerjasama dari
seluruh anggota masyarakat, mulai dari individu, keluarga, lembaga-lembaga dan
masyarakat secara keseluruhan. Sehingga menghasilkan persenyawaan-persenyawaan,
berupa adanya konsensus nilai-nilai yang sama dijunjung tinggi.
Hal ini menunjukkan terjadinya kerja sama, akomodasi,
asimilasi dan berkuranmgnya sikap-sikap prasangka di antara anggota msyarakat
secara keseluruhan. Integrasi masyarakat akan terwujud apabila mampu
mengendalikan prasangka yang ada di dalam masyarakat, sehingga tidak terjadi
konflik, dominasi, mengdeskriditkan pihak-pihak lainnya dan tidak banyak sistem
yang tidak saling melengkapi dan tumbuh integrasi tanpa paksaan. Oleh karena
itu untuk mewujudkan integrasi bangsa pada bangsa yang majemuk dilakukan dengan
mengatasi atau mengurangi prasangka.
Integrasi sosial adalah
jika yang dikendalikan, disatukan, atau dikaitkan satu sama lain itu adalah
unsur-unsur sosial atau kemasyarakatan. Suatu integrasi sosial di perlukan agar
masyarakat tidak bubar meskipun menghadapi berbagai tantangan, baik merupa
tantangan fisik maupun konflik yang terjadi secara sosial budaya. Menurut
pandangan para penganut funsionalisma struktur sistem sosial senantiasa
terintegrasi di atas dua landasan berikut :
1.
Suatu masyarakat senantiasa terintegrasi
di atas tumbuhnya consensus (kesepakatan) di antara sebagian besar anggota
masyarakat tentang nilai-nilai kemasyarakatan yang bersifat fundamental
(mendasar).
2.
Masyarakat terintegrasi karena berbagai
anggota masyarakat sekaligus menjadi anggota dari berbagai kesatuan sosial
(cross-cutting affiliation). Setiap konflik yang terjadi di antara kesatuan
sosial dengan kesatuan sosial lainnya akan segera dinetralkan oleh adanya
loyalitas ganda (cross-cutting loyalities) dari anggota masyarakat terhadap
berbagai kesatuan sosial.
Penganut konflik berpendapat
bahwa masyarakat terintegtrasi atas paksaan dan karena adanya saling
ketergantungan di antara berbagai kelompok. Integrasi sosial akan terbentuk
apabila sebagian besar masyarakat memiliki kesepakatan tentang batas-batas
teritorial, nilai-nilai, norma-norma, dan pranata-pranata sosial.
1.
Perbedaan kepentingan, prasangka, diskriminasi dan ethosentris
Kepentingan merupakan dasar timbulnya tingkah laku individu.
Tingkah laku individu merupakan cara atau alat dalam memenuhi kepentingannya.
Kegiatan-kegiatan yang dilakukan individu dalam masyarakat pada hakikatnya
adalah untuk memperoleh kepuasan pemenuhan dari kepentingan tersebut. Ada
2 jenis kepentingan dalam diri individu yaitu kepentingan untuk memenuhi
kebutuhan biologis dan sosial/psikologis. Perbedaan kepentingan itu antara
lain:
1. Kepentingan
individu untuk memperoleh kasih sayang.
2. Kepentingan
individu untuk memperoleh harga diri.
3. Kepentingan
individu untuk memperoleh penghargaan yang sama.
4. Kepentingan
individu untuk memperoleh potensi dan posisi.
5. Kepentingan
individu untuk membutuhkan orang lain.
6. Kepentingan
individu untuk memperoleh kedudukan di dalam kelompoknya.
7. Kepentingan
individu untuk memperoleh rasa aman dan perlindungan diri.
8. Kepentingan
individu untuk memperoleh kemerdekaan diri.
Hal di atas menunjukkan
ketidakmampuan suatu ideologi mewujudkan idealisme yang akhirnya melahirkan
suatu konflik. Secara fundamental hal yang dapat menimbulkan konflik adalah
jarak yang terlalu besar antara harapan dengan kenyataan pelaksanaannya.
Perbedaan kepentingan tersebut tidak langsung menyebabkan terjadinya konflik
tetapi melewati beberapa fase yaitu :
1. fase disorganisasi yang terjadi karena
kesalahpahaman.
2. fase dis-integrasi yaitu pernyataan tidak
setuju. fase dis-integrasi ini memiliki tahapan (Menurut Walter W. Martin dkk):
Ø Ketidaksepahaman
anggota kelompok tentang tujuan yang dicapai.
Ø Norma
sosial tidak membantu dalam mencapai tujuan yang disepakati.
Ø Norma
yang telah dihayati bertentangan satu sama lain.
Ø Sanksi
sudah menjadi lemah.
Ø Tindakan
anggota masyarakat sudah bertentangan dengan norma kelompok.
Konflik dilatarbelakangi oleh perbedaan ciri-ciri yang
dibawa individu dalam suatu interaksi. Perbedaan-perbedaan tersebut diantaranya
adalah menyangkut ciri fisik, kepandaian, pengetahuan, adat istiadat,
keyakinan, dan lain sebagainya. Dibawasertanya ciri-ciri individual dalam
interaksi sosial, konflik merupakan situasi yang wajar dalam setiap masyarakat
dan tidak satu masyarakat pun yang tidak pernah mengalami konflik antar
anggotanya atau dengan kelompok masyarakat lainnya, konflik hanya akan hilang
bersamaan dengan hilangnya masyarakat itu sendiri. Secara terioristis, perbedaan kepentingan dapat
menimbulkan masalah yang besar bagi orang yang melakukanya. Dipandang sebagai
perilaku, konflik merupakan bentuk minteraktif yang terjadi pada tingkatan
individual, interpersonal, kelompok atau pada tingkatan organisasi.Konflik ini
terutama pada tingkatan individual yang sangat dekat hubungannya dengan stres.
Adapun dibawah ini yang merupakan bagian dari faktor penyebab konflik :
1.
Perbedaan
individu, yang meliputi perbedaan pendirian dan perasaan.
- Perbedaan latar belakang kebudayaan sehingga membentuk pribadi-pribadi yang berbeda.
- Perbedaan kepentingan antara individu atau kelompok.
- Perubahan-perubahan nilai yang cepat dan mendadak dalam masyarakat.
Dibalik konflik tersebut terdapat sebuah Lubang hitam yang
begitu besar yang bisa menghantui siapa saja yaitu akibat dari konflik itu
sendiri. Berikut ini merupakan akibat dari konflik :
- meningkatkan solidaritas sesama anggota kelompok (ingroup) yang mengalami konflik dengan kelompok lain.
- keretakan hubungan antar kelompok yang bertikai.
- perubahan kepribadian pada individu, misalnya timbulnya rasa dendam, benci, saling curiga dll.
Prasangka atau prejudice berasal dari kata latian
prejudicium. Sekarang mengalami perkembangan dalam pengertiannya yaitu sebagai
berikut:
1. Semula diartikan sebagai suatu
presenden, artinya keputusan diambil atas dasar pengalaman yang lalu.
2. Dalam bahasa Inggris mengandung arti
pengambilan keputusan tanpa penelitian dan pertimbangan yang cermat,
tergesa-gesa atau tidak matang.
3. Untuk mengatakan prasangka
dipersyaratkan pelibatan unsur-unsur emosilan (suka atau tidak suka) dalam
keputusan yang telah diambil tersebut.
Dilihat dari konteks rasial, prasangka diartikan sebagai suatu
sikap terhadap anggota kelompok etnis atau ras tertentu, yang terbentuk terlalu
cepat tanpa suatu induksi. Hal ini terkandung suatu ketidakadilan dalam arti
sikap yang diambilkan dari beberapa pengalaman dan yang didengarnya, kemudian
disimpulkan sebagai sifat dari anggota seluruh kelompok etnis.
Prasangka (prejudice) diartikan suatu anggapan terhadap
sesuatu dari seseorang bahwa sesuatu itu buruk dengan tanpa kritik terlebih
dahulu. Bahasa arab menyebutnya sukhudzon yaitu orang, secara serta merta tanpa
timbang-timbang lagi bahwa sesuatu itu buruk. Dan disisi lain bahasa arab
khusudzon yaitu anggapan baik terhadap sesuatu.
Prasangka menunjukkan pada aspek sikap sedangkan
diskriminasi pada tindakan.Menurut Morgan (1966) sikap adalah kecenderungan
untuk merespon baik secara positif atau negarif terhadap orang, obyek atau
situasi. Sikap seseorang baru diketahui setelah ia bertindak atau beringkah
laku. Oleh karena itu bisa saja bahwa sikap bertentangan dengan tingkah laku
atau tindakan.Jadi prasangka merupakan kecenderungan yang tidak nampak, dan
sebagai tindak lanjutnya timbul tindakan, aksi yang sifatnya realistis.Dengan
demikian diskriminatif merupakan tindakan yang relaistis, sedangkan prsangka
tidak realistis dan hanya diketahui oleh diri individu masing-masing.
Prasangka ini sebagian bear sifatnya apriori, mendahului pengalaman sendiri (tidak berdasarkan pengalaman sendiri), karena merupakan hasil peniruan atau pengoperan langsung pola orang lain. Prasangka bisa diartikan suatu sikap yang telampau tergesa-gesa, berdasarkan generalisasi yang terlampau cepat, sifat berat sebelah, dan dibarengi proses simplifikasi (terlalu menyederhanakan) terhadap sesuatu realita. Dalam kehidupan sehari-hari prasangka ini banyak dimuati emosi-emosi atau unsure efektif yang kuat.
Prasangka ini sebagian bear sifatnya apriori, mendahului pengalaman sendiri (tidak berdasarkan pengalaman sendiri), karena merupakan hasil peniruan atau pengoperan langsung pola orang lain. Prasangka bisa diartikan suatu sikap yang telampau tergesa-gesa, berdasarkan generalisasi yang terlampau cepat, sifat berat sebelah, dan dibarengi proses simplifikasi (terlalu menyederhanakan) terhadap sesuatu realita. Dalam kehidupan sehari-hari prasangka ini banyak dimuati emosi-emosi atau unsure efektif yang kuat.
Tidak sedikit orang yang mudah berprasangka, namun banyak
juga orang-orang yang lebih sukar berprasangka. Terkadang terdapat perbedaan
yang mencolok yang disebabkan karena kepribadian dan inteligensi, juga faktor
lingkungan cukup berkaitan engan munculnya prasangka. Orang yang berinteligensi
tinggi, lebih sukar berprasangka, karena orang-orang macam ini berikap dan
bersifat kritis. Prasangka bersumber dari suatu sikap.Diskriminasi menunjukkan
pada suatu tindakan.Dalam pergaulan sehari-hari sikap prasangka dan
diskriminasi seolah-olah menyatu, tak dapat dipisahkan.Seseorang yagn mempunyai
prasangka rasial, biasanya bertindak diskriminasi terhadap ras yang
diprasangkainya.Walaupun begitu, biasa saja seseorang bertindak diskriminatof
tanpa latar belakang prasangka. Demikian jgua sebaliknya seseorang yang
berprasangka dapat saja bertindak tidak diskriminatif.
Prasangka dan Diskriminasi dapat
merugikan pertumbuh-kembangan dan bahkan integrasi masyarakat.Prasangka
mempunyai dasar pribadi, dimana setiap orang memilikinya. Melalui proses
belajar dan semakin dewasanya manusia, membuat sikap cenderung membeda-bedakan
dan sikap tersebut menjurus kepada prasangka. Apabila individu mempunyai
prasangka dan biasanya bersifat diskriminatif terhadap ras yang diprasangka.
Jika prasangka disertai dengan agresivitas dan rasa permusuhan, biasanya orang
yang bersangkutan mencoba mendiskiminasikan pihak-pihak lain yang belum tentu
salah, dan akhirnya dibarengi dengan sifat Justifikasi diri, yaitu
pembenaran diri terhadap semua tingkah laku diri.
Perbedaan Prasangka dan
Diskriminasi, prasangka adalah sifat negative terhadap sesuatu.Dalam kondisi
prasangka untuk menggapai akumulasi materi tertentu atau untuk status sosial
bagi suatu individu atau suatu.Seorang yang berprasangka rasial biasanya
bertindak diskriminasi terhadap rasa yang diprasangka. Sebab-sebab timbulnya prasangka dan
diskriminasi :
- Berlatar belakang sejarah
Misalnya : bangsa kita masih menganggap bangsa
Belanda adalah bangsa penjajah.Ini dilatarbelakangi karena pada masa lampau
Bangsa Belanda menjajah Indonesia selama kurang lebih 3,5 abad.
- Dilatar-belakangi oleh perkembangan sosio-kultural dan situasional
Apabila prasangka bisa berkembang lebih jauh sebagai akibat adanya
jurang pemisah antara kelompok orang kaya dengan orang miskin.
- Bersumber dari faktor kepribadian
Bersifat prasangka merupakan gambaran sifat
seseorang.Tipe authorian personality adalah sebagian ciri kepribadian seseorang
yang penuh prasangka, dengan ciri-ciri bersifat konservatif dan tertutup.
- Berlatang belakang perbedaan keyakinan, kepercayaan dan agama
Banyak sekali konflik yang ditimbulkan karean
agama.Seperti yang kita alami sekarang diseluruh penjuru dunia
Usaha-usaha mengurangi/menghilangkan prasangka dan
diskriminasi ada beberapa hal. Berikut ini adalah usaha-usaha yang dimaksudkan.
- Perbaikan kondisi sosial ekonomi
- Perluasan kesempatan belajar
- Sikap terbuka dan sikap lapang
Ethosentrisme yaitu suatu kecenderungan yang menganggap
nilai-nilai dan norma-norma kebudayaannya sendiri sebagaai sesuatu yang prima,
terbaik, mutlak dan diepergunakan sebagai tolok ukur untuk menilai dan
membedakannya dengan kebudayaan lain. Etnosentrisme merupakan kecenderungan tak
sadar untuk menginterpretasikan atau menilai kelompok lain dengan tolok ukur
kebudayaannya sendiri. Sikap etnosentrisme dalam tingkah laku berkomunikasi
nampak canggung, tidak luwes.
Sumber yang lain menyebutkan bahwa
ethnosentrisme yaitu sikap untuk menilai unsur-unsur kebudayaan orang lain
dengan mempergunakan ukuran-ukuran kebudayaan sendiri. Sikap ini dianggap bahwa
kebudayaan dirinya lebih unggul dari kebudayaan lainnya. Stereotype yaitu
gambaran dan ajakan ejek. Stereotype diartikan sebagai tanggapan mengenai
sifat-sifat dan waktu pribadi orang atau golongan lain yang bercorak negatif
sebagai akibat tidak lengkapnya informasi dan sifatnya yang subyektif.
2.
Pertentangan sosial dalam masyarakat
Konflik merupakan suatu tingkah laku yang dibedakan dengan
emosi-emosi tertentu yang sering dihubungkan dengannya, misalnya kebencian atau
permusuhan. Konflik dapat terjadi pada lingkungan yang paling kecil yaitu
individu sampai kepada lingkup yang luas, yakni masyarakat:
1.
Pada
taraf di dalam diri seseorang, konflik menunjuk pada adanya pertentangan atau
emosi-emosi dan dorongan-dorongan antagonistic di dalam diri seseorang.
2.
Pada
taraf kelompok, konflik-konflik ditimbulkan dari konflik-konflik yang terjadi
dalam diri individu dari perbedaan-perbedaan anggota kelompok dalam tujuan,
nilai, norma serta minat untuk menjadi anggota kelompok.
3.
Pada
taraf masyarakat, konflik bersumber pada perbedaan nilai dan norma kelompok
dengan nilai dan norma kelompok lain.
Tipe konflik ini timbul dari proses-proses yang tidak
rasional dan emosional dari pihak-pihak yang terlibat di dalamnya.Upaya untuk
memecahkan konflik selalu timbul selama berlangsungnya kehidupan suatu
kelompok, namun terdapat perbedaan-perbedaan di dalam sifat dan intensitas
konflik pada berbagai tahap perkembangan kelompok. Adapun cara-cara pemecahan
konflik sebagai berikut:
1.
Elimination:
Pengunduran diri salah satu pihak yang terlibat di dalam konflik.
2.
Subjugation
atau Domination: Orang atau pihak yang mempunyai kekuatan terbesar dapat
memaksa orang atau pihak lain untuk mentaatinya.
3.
Majority
Rule: Suara terbanyak yang ditentukan dengan voting, akan menentukan keputusan,
tanpa mempertimbangkan argumentasi.
4.
Minority
Consent: Kelompok mayoritas yang menang, namun kelompok minoritas tidak merasa
dikalahkan, dan menerima keputusan serta sepakat untuk melakukan kegiatan
bersama.
5.
Compromise
(Kompromi): Kedua atau semua sub kelompok yang terlibat di dalam konflik,
berusaha mencari dan mendapatkan jalan tengah.
6.
Integration:
Pendapat-pendapat yang bertentangan didiskusikan, dipertimbangkan, dan ditelaah
kembali sampai kelompok mencapai suatu keputusan yang memuaskan bagi semua
pihak.
Usaha-usaha untuk menghindari perbedaan-perbedaan dan untuk
memendam konflik-konflik, tidak pernah berhasil dalam waktu yang lama.Kesatupaduan
di dalam perbedaan-perbedaan merupakan suatu nilai yang menghargai perbedaan,
yang menggunakan perbedaan-perbedaan tersebut untuk memperkuat kelompok.
3.
Pengertian integrasi sosial, integrasi nasional
Integrasi Sosial adalah merupakan proses penyesuaian
unsur-unsur yang berbeda dalam masyarakat menjadi satu kesatuan. Unsur yang
berbeda tersebut meliputi perbedaan kedudukan sosial, ras, etnik, agama,
bahasa, nilai, dan norma. Syarat terjadinya integrasi sosial antara lain:
- Anggota masyarakat merasa bahwa mereka berhasil saling mengisi kebutuhan mereka
- Masyarakat berhasil menciptakan kesepakatan bersama mengenai norma dan nilai sosial yang dilestarikan dan dijadikan pedoman
- Nilai dan norma berlaku lama dan tidak berubah serta dijalankan secara konsisten
Integrasi sosial adalah
jika yang dikendalikan, disatukan, atau dikaitkan satu sama lain itu adalah
unsur - unsur sosial atau kemasyarakatan. Suatu integrasi sosial diperlukan
agar masyarakat tidak bubar meskipun menghadapi berbagai tantangan, baik berupa
tantangan fisik maupun konflik yang terjadi secara sosial budaya.
Istilah integrasi
nasional berasal dari dua kata yaitu integrasi dan nasional. Istilah integrasi
mempunya arti pembaruan/penyatuan sehingga menjadi kesatuan yang utuh/bulat. Istilah
nasional mempunyai pengertian kebangsaan, bersifat bangsa sendiri, meliputi
suatu bangsa seperti cita - cita nasional, tarian nasional, perusahaan
nasional(kamus besar bahasa indonesia : 1989 dalam suhady 2006 : 36). Hal - hal
yang menyangkut bangsa dapat berupa adat istiadat, suku, warna kulit,
keturunan, agama, budaya, wilayah/daerah, dan sebagainya.Sehubungan dengan
penjelesan kedua istilah di atas maka integrasi nasional identik dengan
integrasi bangsa yang mempunyai pengertian suatu proses penyatuan atau
pembaruan berbagai aspek sosial budaya kedalam kesatuan wilayah dan pembukaan
identitas nasional atau bangsa(kamus besar bahasa indonesia : 1989 dalam suhady
2006 : 36-37) yang harus dapat menjamin terwujudnya keselarasan, keserasian dan
keseimbangan dalam mencapai tujuan bersama sebagai suatu bangsa. Integrasi
nasional sebagai suatu konsep dalam kaitan dengan wawasan kebangsaan dalam
Negara Kesatuan Republik Indonesia berlandaskan pada aliran pemikiran/paham
integralistik yang dicetuskan oleh G.W.F Hegl (1770-1831 dalam suhady 2006:38)
yang berhubungan dengan paham idealisme untuk
mengenal dan memahami sesuatu harus dicari kaitannya dengan yang lain
dan untuk mengenal manusia harus dikaitkan dengan yang lain dan untuk mengenal
manusia harus dikaitan dengan masyarakat di sekitarnya dan untuk mengenal suatu
masyarakat harus dicari kaitannya dengan proses multikulturalisme.
4.
Contoh kasus tentang integrasi sosial
JAKARTA,
KOMPAS.com — Mantan Sekretaris Fraksi
PDI-P, Jacobus Majong Padang, mengaku miris atas terjadinya ketimpangan hukum
yang kini sedang dipertontonkan oleh pemerintahan SBY-Boediono.Politisi kerap
di sapa Kobu ini berujar, kaum Marhaen-sebutan kaum proletar kini seakan makin
diproklamaskiakn tertindas, belum merdeka.
"Yang
dipertontonkan jelas sekali, perlakuan hukum yang tidak adil.Contoh konkret
nenek Minah di Banyumas, Jawa Tengah. Dia dihukum 1,5 bulan karena mencuri 3
buah kakao di kebun. Meski sudah berusaha meminta maaf, aparat tetap menegakkan
hukum.Dalih, menegakkan hukum adil bagi yang melanggar hukum,” kata Kobu, Sabtu
(21/11).
Menurut
Kobu, aparat hukum dalam kasus hukum yang dihadapi Minah berusaha menegakkan
hukum seakan demi keadilan. Hal ini seakan kontras dengan apa yang terjadi,
baik terhadap dugaan penyuapan yang dilakukan Anggodo Widjojo, maupun kasus
skandal aliran dana Bank Century sebesar Rp. 6,7 triliun.
"Terkesan,
aparat penegak hukum ingin menutupi adanya pencurian uang negara sebesar Rp 6,7
triliun di Bank Century. Keadilan sangat mahal di negeri ini.Kaum Marhaen
memang belum merdeka.Pemerintah jangan pertontonkan ketimpangan hukum,"
kata Kobu lirih.
(http://nasional.kompas.com/read/2009/11/21/16391369/Antara.Minah.dan.Anggodo..Beda.Banget)
Kasus ini
merupakan cerminan kata Keadilan di Indonesia
menggambarkan budaya Diskriminasi sangat jelas terjadi.
Pengadilan sebagai lembaga pelindung masyarakat sudah
ternodai oleh deskriminasi dan oknum oknum tertentu yang sudah menghilangkan
hakekat kata adil itu sendiri. Sejatinya Pengadilan mampu memberikan pelayanan
yang seadil-adilnya kepada warga negara khususnya warga kecil seperti Nek Minah
dalam kasus diatas.Dengan Uang sebagai penyebab terjadinya tindakangan
Diskriminasi yang bekalakan terjadi sudah mampu mengalihkan perhatian para
penegak hukum di indonesia untuk kembali pada asas Keadilan bagi semua Rakyat.
5.
Contoh kasus tentang integrasi nasional
Integrasi nasional
Indonesia, sejauh ini timbul pertanyaan apa yang telah ditampakkan oleh kajian
sistem sosial dan budaya Indonesia. Bangsa yang ditengarai oleh aneka bifurkasi
sosial menurut garis wilayah, etnis, agama, tingkat ekonomi serta apakah masih
memiliki signifikansi untuk bersatu? Jawabannya adalah ya. Persatuan di
Indonesia bukan merupakan sesuatu yang baru oleh sebab consensus nasional utama
(Proklamasi 1945) pernah tercetus.Problem krusial di masa-masa kemudian adalah
Indonesia terus mencari format-format baru integrasi nasional sendiri.
Bukan Indonesia saja,
negara multikultur yang mengalami permasalahan integrasi nasional. Spanyol,
sebagai missal, mengalami masalah integrasi nasional lewat persaingan politik
antara etnis Catalan dengan Basque. Lebanon pun memiliki masalah integrasi
nasional lewat integrasi agama yang sangat bervariasi (Islam Sunni, Islam
Syiah, Kristen Maronit, Kristen Druze). Srilangka punya masalah yang terus
berkembang akibat perseteruan antara etnis Sinhala dan Tamil. Tetangga
Indonesia seperti Thailand dan Filipina menghadapi masalah integrasi nasional
lewat kasus wilayah Pattani dan Moro.Sebab itu, masalah integrasi Negara yang
berisikan multikultur bukan Cuma monopoli Indonesia.
Persoalan penting
kemudian adalah bagaimana Indonesia mengidentifikasi pola integrasi nasionalnya
untuk kemudian diaplikasikan ke dalam tindakan positif menuju integrasi
nasional, baik dari kalangan elit maupun masyarakat kebanyakan. Pertanyaan
pentinya kemudian adalah, apa yang sesungguhnya bergerak dalam pola integrasi
nasional Indonesia. Beberapa penjelasan integrasi nasional Indonesia dalam
kasus integrasi nasional Indonesia, terdapat sejumlah penjelasan guna
menggambarakan metode terjadinya integrasi nasional.Penjelasan-penjelasan ini
memiliki aneka perbedaan titik tekan. Seluruh pendekatan yang tersedia kemudian
akan dipertimbangkan keeratan hubungannya dengan metode integrasi nasional
Indonesia.
1.
Neopatrimonialisme
Pertama adalah penjelasan David Brown tentang metode
integrasi Indonesia yang ditentukan elit.1 Brown menggunakan istilah Neo
Patrimonialisme dalam kasus integrasi nasional Indonesia. Untuk memahami
Neopatrimonialisme, paling jelas dikontraskan dengan apa yang Max Weber maksud
dengan patrimonialisme.
Patrimonialisme adalah “the object of obedience is
the personal authority of the individual which he enjoys by virtue of his
traditional status. The organized group exercising authority is, in the simplest
case, primarily based on relations of personal loyalty, cultivated through a
common process of education. The person exercising authority is no a
‘superior’, but a personal ‘chief’. His administrative staff does no consist
primarily of officials, but of personal retainers … Wha determines the
relations of the administrative staff to the chief is not the impersonal
obligations of office, but personal loyalty to the chief 2.
Sistem pemerintahan dalam patrimonialisme terbangun
lewat ikatan antara pimpinan pemerintah tertentu (ketua adat, raja, sultan)
atau orang berpengaruh di mana ia diangkat ke dalam posisi tertentu di dalam
kekuasaan pusat. Orang-orang ini punya pengikut yang mengikutinya berdasarkan
loyalitas personal.Jaringan-jaringan patron-klien ini kemudian mengembangkan
loyalitas masing-masing yang kedaerahan ke tingkat nasional.
Negara patrimonial sebab itu merupakan puncak dari
suatu masyarakat yang dikarakteristikkan oleh hubungan patron-klien
tradisional.Negara patrimonial, sebab itu, bergantung pada seberapa besar
loyalitas rakyat pada pemimpin lokalnya, dan, loyalitas para pemimpin local
kepada pemerintah pusat.Ia mengandalkan stabilitas sistem politik tradisional
kedaerahan yang berkembang. Misalnya, ketaatan rakyat Yogyakarta kepada Sultan
Hamengkubuwono X dan ketaatan Sultan Hamengkubowono kepada Pemerintah Pusat
Republik Indonesia.Atau, dalam kasus Aceh, seberapa besar loyalitas rakyat Aceh
kepada Hasan Tiro dan bagaimana sikap Hasan Tiro kepada pemerintah pusat
Republik Indonesia.
Perbedaan utama antara patrimonialisme dengan
neopatrimonialisme terletak pada perubahan hubungan antara pengikut dan
pemimpin. Dalam patrimonialisme, elit patrimonial menyatakan dirinya sebagai
kelas istimewa yang mampu menempatkan dirinya sebagai monopol sumber daya
sekaligus mengesampingkan massa dari wilayah kuasa dan kesejahteraan. Ini terus
terjadi andaikan pemimpin patrimonial mampu menjamin keamanan dan perlindungan
yang ia berikan kepada para pengikut.
Dalam neopatrimonialisme, perubahan ikatan tradisional,
meningkatnya mobilisasi penduduk (vertical, horizontal), dan tersebarnya
harapan akan demokrasi, membuat para elit patrimonial makin sulit memelihara
ikatan patron-klien terhadap massanya. Loyalitas dari para pengikut kini
berubah dari sekadar perlindungan dan keamanan menjadi bersifat material (kuasa,
uang, kemakmuran).
Dalam konteks neopatrimonial, pemimpin massa yang
tadinya (secara tradisional) memiliki pengikut loyal, kini mulai bergeser.
Mereka tidak stabil lagi dalam menggamit massa-nya sendiri dan kemudian, untuk
menyelamatkan posisi, turun ‘tahta’ menjadi broker politik. Pemimpin yang
awalnya menguasai monopoli loyalitas massa suatu daerah kini terpecah. Dalam
suatu daerah muncul ‘communal leader’ yang berbeda dengan pemimpin tradisional.
Pemimpin-pemimpin baru ini mengklaim punya massa tertentu dan bersedia membela
mereka baik secara material maupun politik. Inilah pemimpin-pemimpin
neopatrimonial.Sebab itu, dalam Negara yang terintegrasi menurut garis
neopatrimonial, menjadi penting kajian atas kohesi antar-elit neopatrimonial
2.
Teori Dimensi
Christine Drake
mengutarakan tesis tentang 4 faktor yang mendorong integrasi nasional
Indonesia.3 Pertama, dimensi politik dan sejarah yang menekankan kepada
persamaan nasib selaku rakyat yang terjajah Hindia-Belanda, yang membangun
kesadaran bersama mencapai satu tujuan. Kedua, dimensi sosiokultural yang
termasuk atribut-atribut budaya yang sama, bahasa yang sama, agama yang sama,
dan kemudian membimbing pada ikatan bersama untuk bersatu di dalam Indonesia.
Ketiga, dimensi
interaktif, yaitu tingkat kontak yang terbangun antara orang-orang yang diam di
wilayah yang kini menjadi Indonesia, di mana mereka satu sama lain saling
berkomunikasi lewat perdagangan, transportasi, teleppon, migrasi, dan televise.
Keempat, dimensi ekonomi, yaitu kesalingtergantungan ekonomi antar
region-region yang ada di Indonesia.
3.
Teori Proses Industri
Anthony Harold Birch.4
Birch coba cari jawaban bagaimana kelompok etnik dan budaya yang saling berbeda
mengikat diri ke dalam sebuah masyarakat nasional dan mendirikan Negara
nasional. Sebagai proses, integrasi nasional merupakan produk dari kebijakan
pemerintah (atau elit) yang disengaja. Integrasi nasional awalnya “tidak
direncanakan” lewat proses mobilisasi sosial. Initinya suatu proses bagaimana
industrialisasi mengundang pekerja meninggalkan desa asal untuk cari kerja di
area industry baru. Perpindahan ini menggerogoti komunitas-komunitas sosial di
area pedesaan dan memobilisasi pekerja untuk terserap di masyarakat nasional yang
lebih besar. Hubungan kedaerahan menjadi lemah, bahasa dan dialek local makin
samar untuk kemudian digantikan bahasan nasional. Budaya local dan kebiasaan
kehilangan pendukungnya.
Alat transportasi, juga
menyumbang point dalam integrasi nasional.Pembukaan jalan membuat
wilayah-wilayah dan penduduk terlebur, berinteraksi, saling pengaruh. Terlebih,
media massa kemudian muncul memberikan informasi-informasi baru harian kepada
pemirsa yang bisa dicapainya. Anggota-anggota masyarakat yang tadinya berasal
dari budaya atau kultur spesifik secara gradual masuk ke dalam terma masyarakat
‘yang lebih luas.’
Empat argumentasi
diajukan dalam menjelaskan proses integrasi nasional. Pertama, dalam
terminology keniscayaan sejarah. Dalam pandangan Hegel, masa depan umat manusia
terletak dalam organisasi yang disebut ‘negara’. Negara merupakan bentuk
tertinggi organisasi sosial yang ada di tengah masyarakat. Negara mempersatukan
elemen-elemen yang berbeda di level masyarakat ke dalam ‘elemen bersama’ dan
sifatnya lebih tinggi.
Kedua, pandangan
integrasi nasional sebagai bentuk asimilasi sosial.Integrasi nasional adalah
terasimilasinya budaya-budaya yang lebih ‘minor’ kepada budaya yang lebih
‘mayor’. Misalnya, etnis Cina di Indonesia mau tidak mau harus mengasimilasi
seluruh atau sebagian dari kultur yang berkembang di Indonesia kebanyakan agar
dapat terintegrasi baik di tengah Negara Indonesia. Demikian pula etnis-etnis
Arab, agar dapat diterima di Indonesia harus mengasimilasi budaya umum yang
berkembang di masyarakat Indonesia.Disintegrasi nasional muncul akibat
asimilasi gagal dilakukan.
Ketiga, integrasi
nasional muncul akibat pemerintah didasarkan atas perasaan kesatuan nasional.
Integrasi nasional tidak akan tercipta jika perasaan tersebut belumlah lagi
terbangun. Untuk itu, masalah bahasa persatuan, ideology nasional, merupakan
komponen penting di dalam integrasi nasional.Pemerintah memiliki tugas menjamin
hal-hal tersebut terselenggara, baik secara teori maupun praktik.
Keempat, integrasi
nasional berhubungan dengan masalah representasi politik.Negara yang terbangun
dari garis primordial berbeda memiliki sensitivitas tinggi warganegara atas
aspek primordial ini.Agama, etnis, region, merupakan unsure primordial yang
perlu diperhatikan representasi politiknya.Pimpinan puncak nasional memerlukan
kohesi yang membuat representasi elemen primordial yang berlainan tersebut
menggapai consensus.Partai-partai politik utamanya mengambil peran dalam
integrasi nasional yang berhubungan dengan representasi politik ini
Sumber
: