Jakarta, InfoPublik - Pemerintah tidak akan
mengedepankan pidana bagi pelanggar Undang-undang Perindustrian Nomor 3 tahun
2014. Pelanggar hanya akan diberikan sanksi administratif.
“Sanksi paling menakutkan bagi pengusaha adalah
pencabutan izin usaha. Oleh karena itu, dalam Undang-undang Perindustrian,
pemerintah hanya mengepung para pelanggar dari sisi administratif dengan
tingkat paling tinggi adalah pencabutan izin usaha. Adapun, satu-satunya sanksi
pidana yang diatur dalam UU Perindustrian, hanya diberikan bagi penyalahgunaan
SNI wajib,” ujar Kepala Biro Hukum dan Organisasi Kementerian Perindustrian
Prayono di Jakarta, Kamis (19/6).
Menurut Prayono, pengusaha kalau dicabut izinnya sudah mati. Meskipun
ada kasus dalam dunia usaha yang harus memberikan sanksi pidana, itu diatur
oleh ketentuan lain, bukan Undang-undang Perindustrian.
Lebih lanjut Prayono mengatakan, keputusan tersebut berdasarkan diskusi dengan
berbagai kementerian dan lembaga terkait serta kalangan pengusaha.
Sebagian besar pelaku usaha meminta agar sanksi pidana
tidak diatur dalam UU Perindustrian kecuali untuk Standar Nasional Indonesia
wajib. Sanksi pidana untuk penyalahgunaan SNI wajib dibutuhkan lantaran
berkaitan dengan perlindungan terhadap konsumen.
“Ini soalnya terkait dengan kesehatan dan keselamatan.
Kalau sengaja melanggar bisa kena lima tahun penjara dan denda miliaran rupiah.
Itu diatur dalam undang-undang,” katanya.
Pasal 120 Ayat (1) mengenai Ketentuan Pidana UU
Perindustrian disebutkan setiap orang yang dengan sengaja memproduksi,
mengimpor, atau mengedarkan barang dan jasa industri yang tidak memenuhi SNI,
spesifikasi teknis, atau pedoman tata cara yang diberlakukan secara wajib di
bidang industri sebagaimana dimaksud Pasal 53 Ayat (1) huruf b, dipidana dengan
penjara paling lama 5 tahun dan denda paling banyak Rp3 miliar.
Adapun, bunyi Pasal 53 Ayat (1) huruf b yang dimaksud
adalah setiap orang dilarang memproduksi, mengimpor, dan mengedarkan barang
atau jasa industri yang tidak memenuhi SNI, spesifikasi teknis, dan pedoman
tata cara yang diberlakukan secara wajib.
“Satu-satunya kebijakan dalam UU Perindustrian yang
dapat memberikan sanksi pidana hanya tentang SNI wajib. Kami rasa, sanksi
pidana perlu disampaikan agar ada efek jera,” kata Sekretaris Jenderal
Kemenperin Ansari Bukhari.
Menurutnya, dalam menghadapi masyarakat ekonomi Asean
(MEA) yang berlaku pada Desember 2015, SNI sangat dibutuhkan untuk meningkatkan
daya saing produk dalam negeri.
“Kami merasa tindak pidana ini diperlukan. Nilainya
(hukuman) saya rasa cukup besar sebagai suatu denda atau pidana penjara,”
ujarrnya.
Dalam hal tindak pidana sebagai mana dimaksud dalam
Pasal 120 dilakukan oleh korporasi, tuntutan dan penjatuhan pidana dikenakan
pada korporasi dan pengurusnya.
Adapun saat ini, berdasarkan usulan Kemenperin ke
Badan Standardisasi Nasional telah ditetapkan pemberlakuan tiga SNI wajib
dengan penunjukan empat lembaga penilaian kesesuaian, serta yang masih dalam
proses pemberlakuan SNI wajib ada 65 SN
Sumber:
Analisis Kasus:
Berdasarkan
kasus di atas terlihat bahwa pelanggaran terhadap undang-undang perindustrian
hanya akan dikenai sanksi administratif kecuali penyalahgunaan SNI. Sanksi
administratif adalah sanksi yang muncul dari hubungan antara pemerintah–warga
negara dan yang dilaksanakan tanpa perantara pihak ketiga (kekuasaan
peradilan), tetapi dapat secara langsung dilaksanakan oleh administrasi sendiri.
Sanksi administratif adalah
sanksi yang dikenakan terhadap pelanggaran administrasi atau ketentuan
undang-undang yang bersifat administratif. Sanksi
administratif dapat berupa denda, pembekuan hingga pencabutan sertifikasi
dan/atau izin, penghentian sementara
pelayanan administrasi hingga
pengurangan jatah produksi, dan tindakan administratif. Berbeda dengan sanksi
pidana ditujukan pada si
pelaku, sifat condemnatoir, harus melalui proses peradilan sedangkan sanksi administrasi
ditujukan pada perbuatan, sifat repatoir-condemnatoir, prosedurnya dilakukan
secara langsung oleh pejabat Tata Usaha Negara tanpa melalui peradilan.
Sanksi paling menakutkan bagi pengusaha adalah
pencabutan izin usaha. Oleh karena itu, dalam Undang-undang Perindustrian,
pemerintah hanya mengepung para pelanggar dari sisi administratif dengan
tingkat paling tinggi adalah pencabutan izin usaha. Adapun, satu-satunya sanksi
pidana yang diatur dalam UU Perindustrian, hanya diberikan bagi penyalahgunaan
SNI wajib. Ada kasus dalam dunia usaha yang harus memberikan sanksi pidana, itu
diatur oleh ketentuan lain, bukan Undang-undang Perindustrian.
Kasus-kasus perindustrian selain penyalahgunaan SNI
wajib seharusnya juga diberikan sanksi pidana, jangan sanksi administratif karena
sanksi terberat adalah pencabutan izin usaha merupakan harga mati bagi sebuah
perusahaan atau produsen. Pencabutan izin usaha sama saja memberikan hukuman
mati. Selain itu dengan adanya tindak pidana yang dikenakan kepada pelanggar
akan memberikan efek jera.
Sanksi pidana yang terdapat pada Pasal 53 Ayat (1)
huruf b untuk jenis pelanggaran yaitu penyalahgunaan SNI dirasakan wajib ada
karena itu menyangkut perlindungan kepada konsumen terkait keselamatan dan
kesehatannya juga sebagai upaya untuk peningkatan daya saing produk-produk
dalam negeri. Menanggapi hal tersebut alangkah lebih baiknya jika alasan serta
sanksi yang ada pada penyalahgunaan SNI juga diterapkan pada kasus-kasus serupa
bahkan semua aspek yang terkait untuk memberikan efek jera dan penekanan jumlah
pelanggar akan undang-undang perindustrian.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar