Rabu, 25 Juni 2014

Studi Kasus Berkenaan dengan Undang-Undang Perindustrian




Jakarta, InfoPublik - Pemerintah tidak akan mengedepankan pidana bagi pelanggar Undang-undang Perindustrian Nomor 3 tahun 2014. Pelanggar hanya akan diberikan sanksi administratif.
“Sanksi paling menakutkan bagi pengusaha adalah pencabutan izin usaha. Oleh karena itu, dalam Undang-undang Perindustrian, pemerintah hanya mengepung para pelanggar dari sisi administratif dengan tingkat paling tinggi adalah pencabutan izin usaha. Adapun, satu-satunya sanksi pidana yang diatur dalam UU Perindustrian, hanya diberikan bagi penyalahgunaan SNI wajib,” ujar Kepala Biro Hukum dan Organisasi Kementerian Perindustrian Prayono di Jakarta, Kamis (19/6).
Menurut Prayono, pengusaha  kalau dicabut izinnya sudah mati. Meskipun ada kasus dalam dunia usaha yang harus memberikan sanksi pidana, itu diatur oleh ketentuan lain, bukan Undang-undang Perindustrian.
Lebih lanjut Prayono mengatakan,  keputusan tersebut berdasarkan diskusi dengan berbagai kementerian dan lembaga terkait serta kalangan pengusaha.
Sebagian besar pelaku usaha meminta agar sanksi pidana tidak diatur dalam UU Perindustrian kecuali untuk Standar Nasional Indonesia wajib. Sanksi pidana untuk penyalahgunaan SNI wajib dibutuhkan lantaran berkaitan dengan perlindungan terhadap konsumen.
“Ini soalnya terkait dengan kesehatan dan keselamatan. Kalau sengaja melanggar bisa kena lima tahun penjara dan denda miliaran rupiah. Itu diatur dalam undang-undang,” katanya.
Pasal 120 Ayat (1) mengenai Ketentuan Pidana UU Perindustrian disebutkan setiap orang yang dengan sengaja memproduksi, mengimpor, atau mengedarkan barang dan jasa industri yang tidak memenuhi SNI, spesifikasi teknis, atau pedoman tata cara yang diberlakukan secara wajib di bidang industri sebagaimana dimaksud Pasal 53 Ayat (1) huruf b, dipidana dengan penjara paling lama 5 tahun dan denda paling banyak Rp3 miliar.
Adapun, bunyi Pasal 53 Ayat (1) huruf b yang dimaksud adalah setiap orang dilarang memproduksi, mengimpor, dan mengedarkan barang atau jasa industri yang tidak memenuhi SNI, spesifikasi teknis, dan pedoman tata cara yang diberlakukan secara wajib.
“Satu-satunya kebijakan dalam UU Perindustrian yang dapat memberikan sanksi pidana hanya tentang SNI wajib. Kami rasa, sanksi pidana perlu disampaikan agar ada efek jera,” kata Sekretaris Jenderal Kemenperin Ansari Bukhari.
Menurutnya, dalam menghadapi masyarakat ekonomi Asean (MEA) yang berlaku pada Desember 2015, SNI sangat dibutuhkan untuk meningkatkan daya saing produk dalam negeri.
“Kami merasa tindak pidana ini diperlukan. Nilainya (hukuman) saya rasa cukup besar sebagai suatu denda atau pidana penjara,” ujarrnya.
Dalam hal tindak pidana sebagai mana dimaksud dalam Pasal 120 dilakukan oleh korporasi, tuntutan dan penjatuhan pidana dikenakan pada korporasi dan pengurusnya.
Adapun saat ini, berdasarkan usulan Kemenperin ke Badan Standardisasi Nasional telah ditetapkan pemberlakuan tiga SNI wajib dengan penunjukan empat lembaga penilaian kesesuaian, serta yang masih dalam proses pemberlakuan SNI wajib ada 65 SN
Sumber:

Analisis Kasus:
Berdasarkan kasus di atas terlihat bahwa pelanggaran terhadap undang-undang perindustrian hanya akan dikenai sanksi administratif kecuali penyalahgunaan SNI. Sanksi administratif adalah sanksi yang muncul dari hubungan antara pemerintah–warga negara dan yang dilaksanakan tanpa perantara pihak ketiga (kekuasaan peradilan), tetapi dapat secara langsung dilaksanakan oleh administrasi sendiri. Sanksi administratif  adalah sanksi yang dikenakan terhadap pelanggaran administrasi atau ketentuan undang-undang yang bersifat administratif. Sanksi administratif dapat berupa denda, pembekuan hingga pencabutan sertifikasi dan/atau izin, penghentian sementara pelayanan administrasi hingga pengurangan jatah produksi, dan tindakan administratif. Berbeda dengan sanksi pidana ditujukan pada si pelaku, sifat condemnatoir, harus melalui proses peradilan sedangkan sanksi administrasi ditujukan pada perbuatan, sifat repatoir-condemnatoir, prosedurnya dilakukan secara langsung oleh pejabat Tata Usaha Negara tanpa melalui peradilan.
Sanksi paling menakutkan bagi pengusaha adalah pencabutan izin usaha. Oleh karena itu, dalam Undang-undang Perindustrian, pemerintah hanya mengepung para pelanggar dari sisi administratif dengan tingkat paling tinggi adalah pencabutan izin usaha. Adapun, satu-satunya sanksi pidana yang diatur dalam UU Perindustrian, hanya diberikan bagi penyalahgunaan SNI wajib. Ada kasus dalam dunia usaha yang harus memberikan sanksi pidana, itu diatur oleh ketentuan lain, bukan Undang-undang Perindustrian.
Kasus-kasus perindustrian selain penyalahgunaan SNI wajib seharusnya juga diberikan sanksi pidana, jangan sanksi administratif karena sanksi terberat adalah pencabutan izin usaha merupakan harga mati bagi sebuah perusahaan atau produsen. Pencabutan izin usaha sama saja memberikan hukuman mati. Selain itu dengan adanya tindak pidana yang dikenakan kepada pelanggar akan memberikan efek jera.
Sanksi pidana yang terdapat pada Pasal 53 Ayat (1) huruf b untuk jenis pelanggaran yaitu penyalahgunaan SNI dirasakan wajib ada karena itu menyangkut perlindungan kepada konsumen terkait keselamatan dan kesehatannya juga sebagai upaya untuk peningkatan daya saing produk-produk dalam negeri. Menanggapi hal tersebut alangkah lebih baiknya jika alasan serta sanksi yang ada pada penyalahgunaan SNI juga diterapkan pada kasus-kasus serupa bahkan semua aspek yang terkait untuk memberikan efek jera dan penekanan jumlah pelanggar akan undang-undang perindustrian.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar